Jumlah air yang kita minum per harinya bervariasi, berbeda setiap individu. Nah, ini salah satu cara untuk menghitung kebutuhan air tubuh kita bersumber dari India Times.CARA AKURAT DAN MUDAH UNTUK MENGHITUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK TUBUH KITA
Langkah 1: Ukur berat badan Anda dalam kilogram
Langkah 2: Bagilah dengan angka 30
Langkah 3: Tambahkan lebih banyak air untuk aktivitas fisik
Jadi, jika berolahraga selama satu jam setiap hari, tambahkan 0,7 liter (700 ml) air ke dalam kebutuhan harian Anda.
Permasalah di atas bukan fokus pada cara membaca timbangan ya? tetapi menghubungkan antara berat tubuh, aktivitas keseharian, serta air minum yang dibutuhkan.
Menurut India Times, langkah pertama menentukan berat badannya yaitu 54 kg.
Kemudian bagilah dengan 30 sehingga didapatkan 54/30 = 1,8
Santi berolah raga selama 1 jam, dari informasi di atas ditentukan bahwa dalam setengah jam aktivitas berkeringat membutuhkan air sebanyak 0,35 liter atau selama 1 jam membutuhkan 2 x 0,35 = 0,70 ml.
Sehingga kebutuhan harian air minum Santi adalah : 1,8 + 0,70 = 2,5 liter (Jawaban D).
Untuk menjawab permasalahan tersebut memang dibutuhkan kemampuan secara teknis membaca timbangan serta mengoperasikan bilangan (pembagian dan pecahan). Tetapi memahami apa yang ditanyakan serta bagaimana mencari solusinya itu lebih penting lagi. Karena rumus-rumus matematika, jika lupa, kita bisa mengingat atau mencarinya. Tetapi memahami, menyelesaikan masalah, serta membuat keputusan membutuhkan kemampuan kita dalam membiasakan menggunakan nalar.
Selamat belajar.
Catatan : dalam konteks keseharian tidak dibedakan antara konsep massa dan berat. Dalam situasi gaya gravitasi yang sama besarnya massa dan berat itu setara karena memang hubungannya sebanding.
Tekanan pada Zat Padat dan Penerapannya
Perhatikan gambar berikut?
Pada gambar terlihat bahwa pisau digunakan untuk mengiris daging dan sebuah paku yang menancap pada kayu.
Pertanyaannya bagaimana jika pisau atau paku yang digunakan tumpul? Apakah kita dapat mengiris daging tersebut serta memaku kayu?
Boleh jadi bisa dilakukan tetapi menggunakan tenaga yang lebih besar atau hasilnya tidak rapi.
Di sinilah kita memanfaatkan konsep tekanan untuk melakukan kegiatan tersebut.
Perhatikan sisi tajam dari pisau dan ujung runcing dari paku tersebut. Permukaan pisau dan ujung paku memiliki luas penampang yang kecil. Tekanan yang dihasilkan dari penampangan kecil tersebut akan memiliki tekanan yang besar.
Jadi tentunya lebih mudah menancapkan paku yang runcing dari pada paku yang tumpul serta lebih mudah mengiris daging dengan pisau tajam dari pada pisau yang tumpul. Luas permukaan yang tajam/lancip menyebabkan tekanan paku atau pisau tersebut besar.
Sekarang perhatikan gambar berikut.
Dua buah balok memiliki berat masing-masing 4 kg dan 1 kg dengan luas penampang yang sama.
Keduanya dijatuhkan ke bawah dengan permukaan lantai yang lunak (misalnya tanah atau tepung). Kira-kira bagaimana kedalaman kedua balok tersebut? Apakah menimbulkan bekas kedalaman yang sama atau berbeda?
Ya, balok yang lebih berat (4 kg) akan menimbulkan bekas yang dalam jika dijatuhkan dibanding dengan balok yang ringan (1 kg).
Mengapa demikian?
Semakin berat benda maka akan dihasilkan tekanan yang lebih besar.
Dari penjelasan dapat disimpulkan bahwa besarnya tekanan sebanding dengan berat benda dan berbanding terbalik dengan luas bidang tekannya.
Sehingga tekanan pada zat padat dapat didefinisikan sebagai hasil bagi gaya tekan dengan luas bidang tekan.
F = gaya tekan (N)
A = luas bidang tekan (m2)
Satuan tekanan yang lain bisa berupa bar, cmHg, atau atm (atmosfer).
1 bar = 100.000 Pa, 1 atm = 1,013 bar, 1 atm = 76 cmHg
Contoh Soal
Seorang siswa yang massanya 40 kg menggunakan sepatu yang masing-masing luasnya 10 cm2. Berapa tekanan siswa tersebut pada lantai ? (g = 10 m/s2)
Penyelesaian :
Diketahui :
g = 10 m/s2
A = 10 cm2
untuk dua kaki maka luasnya menjadi A = 20 cm2
Ditanya :
P = ?
Jawab :
Penerapan/peristiwa tekanan zat padat pada kehidupan sehari-hari
- Sepatu ski memiliki permukaan yang luas sehingga orang yang memakainya mudah berjalan di atas salju.
- Ban-ban mobil berat memiliki permukaan yang luas agar jalanan tidak mudah rusak
- Binatang-binatang besar memiliki luas penampang kaki yang lebar agar memberikan tekanan yang kecil pada tanah
- Bebek memiliki selaput pada kakinya sehingga bisa berjalan dengan mudah di lumpur tanpa terperosok
- Pisau yang tajam mudah digunakan untuk mengiris
- Paku/jarum yang runcing mudah untuk menembus bahan/material dengan mudah
- Burung-burung memiliki gigi taring yang tajam untuk memotong-motong makanan
Sumber Gambar
https://www.idntimes.com/food/recipe/tres/5-tips-memotong-daging-sapi-yang-tepat-c1c2/5
Bahan Bacaan :
Salah satu kebijakan merdeka belajar adalah mengubah Ujian Nasional (UN) menjadi Assesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter. Kebijakan yang lain yaitu Ujian Sekolah Berstandar Sekolah (USBN) diganti dengan ujian yang diselenggarakan oleh sekolah, Rencana Pelaksanaan Pembelajaraan (RPP) yang disederhanakan serta penerimaan peserta didik Baru (PPDB) Zonasi.
Keempat kebijakan pemerintah tersebut ditujukan untuk mewujudkan pendidikan yang memerdekakan. Dengan pendidikan yang memerdekakan ini, semua peserta didik akan dapat belajar dengan nyaman dan bahagia tanpa tekanan apapun. Pendeknya dengan "merdeka belajar" ini siswa lebih dapat mengekspresikan dirinya secara merdeka agar potensinya dapat maksimal.
Kalau UN digantikan dengan AKM, apakah motivasi siswa tidak hilang? Bahkan UN menjadi kehilangan "kesaktiannya" saat tidak lagi menentukan kelulusan sekolah. Apalagi dengan sistem PPDB zonasi yang tidak mensyaratkan nilai untuk menjadi faktor penentu lolos seleksi, kecuali yang lewat prestasi.
Kalau dicermati, pola pikir selama ini yang boleh jadi keliru ketika memaksakan UN menjadi kriteria penentu kelulusan. Seolah-olah, siswa yang nilai UN nya tinggi dianggap siswa yang sukses. Siswa yang sukses karena nilai UN ini diyakini memiliki modal yang lebih tinggi dalam menjalani kehidupan dibanding siswa yang nilai UN-nya rendah. Apakah memang seperti itu?
Dulu saya suka bercerita tentang seorang siswa yang menusuk gurunya karena mendapat nilai 90 untuk mapel Fisika. Cerita ini saya lupa dapat ide dari mana, tetapi berulangkali saya ceritakan. Kok bisa nilai 90 marah dengan guru fisikanya. Iya..kebetulan mapel yang lain seperti Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Kimia, dan Biologinya dapat 100. Berlebihan mungkin cerita ini. Tetapi setidaknya bayangkan siswa tersebut merasa kecewa karena nilai fisika tersebut telah menjadikannya tidak sempurna.
Kalau cerita itu benar, siswa tersebut sampai melukai gurunya maka dapat dikatakan siswa itu gagal dalam menjalani kehidupan. IQ boleh tinggi, tetapi EQ, SQ, dan AQ juga harus seimbang.
Lah..lantas apa hubungannya dengan AKM.
Suka tidak suka, dengan adanya UN maka seolah-olah akan terbedakan adanya 2 mapel, yaitu mapel UN (Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan IPA) dengan mapel UN. Dalam pembelajarannya pun terbedakan. Mapel UN akan diajarkan dengan penuh serius plus ada tambahan pelajaran dan berbagai try out. Hal ini tidak menjadi masalah sebatas tidak mengabaikan peran pelajaran lain atau memandang sebelah mata.
Mungkin juga tidak sadar, bahwa siswa dapat mengerjakan UN dengan baik karena memiliki ingatan serta cara berpikir yang kritis dan kreatif. Modal ingatan dan cara berpikir ini hasil dari akumulasi bertahun-tahun bergelut dengan semua mata pelajaran bukan dari mapel UN. Jangan-jangan anak-anak lebih kreatif dalam berpikir karena dia menyukai pelajaran seni budaya atau prakarya. Jangan-jangan anak-anak lebih stabil atau tenang saat mengerjakan UN karena sentuhan mapel agama atau BK selama ini.
Ujian Nasional (UN) dan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) memang hal berbeda, tetapi keduanya sama-sama merupakan bentuk penilaian. UN mengujikan konten materi pelajaran sedangkan AKM bicara kompetensi dasar. Kompetensi dasar ini diperlukan bagi siswa untuk meningkatkan kapasitas diri serta berpartisipasi dalam masyarakat. Dua kompetensi mendasar ini meliputi literasi membaca dan literasi matematika (numerasi). Di sini siswa harus menggunakan kemampuan bernalarnya untuk menggabungkan kosep dan pengetahuan yang dimiliki, mengolah berbagai informasi serta menyelesaikan beragam masalah kontekstual.
Soal-soal AKM tidak lagi mengacu pada konten pelajaran, meskipun perlu yang namanya pemahaman teks khususnya saat menyelesaikan literasi membaca maupun menyelesaikan berbagai permasalahan yang terkait dengan matematika (numerasi). Tetapi tidak boleh terjebak pada pemahaman yang salah yaitu literasi membaca itu berurusan dengan mapel Bahasa dan numerasi berurusan dengan mapel Matematika. Sehingga guru-guru yang memegang mapel tersebut diberi tanggung jawab untuk mengajarkan AKM.
Sebenarnya kata-kata "mengajarkan AKM" menjadi istilah yang lucu. Apalagi saat mendengar ada sebuah sekolah yang membuat program sukses AKM dengan berbagai kegiatan seperti les maupun try out. Alih-alih ingin membuat siswa merdeka, malah seolah-olah memunculkan "hantu baru" pengganti UN yang lebih menakutkan dengan cara menyodorkan contoh-contoh soal AKM yang begitu panjangnya serta membutuhkan analisis yang mendalam. Semoga sih hal ini tidak terjadi. Sehingga yang dimaksud program sukses AKM ini bukan les atau drill soal tetapi ke arah perbaikan proses pembelajaran.
AKM ini dilaksakanan pada kelas V untuk SD, kelas VIII untuk SMP, dan kelas XI untuk SMA. AKM ini tidak dilaksanakan oleh semua siswa tetapi diambil sampel. Dengan sampel ini diharapkan, sekolah akan mendapatkan gambaran yang lebih tepat apakah proses pembelajaran selama ini memang sudah mementingkan proses bernalar, berpikir kritis dan kreatif atau terjebak pada hapalan semata.
Dan dari hasil AKM tersebut, karena dilaksanakan kelas V, VIII, dan XI maka sekolah diberi waktu untuk memperbaiki pembelajarannya jika nilai AKM nya rendah serta tetap dapat meningkatkan kualitas pembelajarannya jika standar AKM nya dah tercapai.
Jadi, AKM ini adalah tanggung jawab bersama semua guru dengan latar belakang mapel apapun. AKM ini menjadi gambaran yang lebih nyata bagi sekolah, apakah siswa memiliki kompetensi mendasar dalam menyelesaikan berbagai ragam permasalahan kontekstual. Tidak ada drill atau persiapan yang instan.
AKM ini sebagai gambaran apakah proses pembelajaran selama ini telah melatih kemampuan nalar siswa atau tidak. Kemampuan nalar siswa akan berkembang jika mereka secara nyaman dan merdeka dalam memaksimalkan potensinya. Pembelajaran-pembelajaran berbasis inquiri/discoveri, berbasis masalah, serta berbasis proyek menjadi pilihan yang sesuai untuk menjadikan siswa memiliki kemampuan bernalar, berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan berbagai permasalahan kehidupn.
Selamat belajar.
Penyelidikan IPA
- menjelaskan tiga komponen ketrampilan proses/metode ilmiah penyelidikan IPA (pengamatan, inferensi, dan komunikasi) berdasarkan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan
- dapat menjelaskan kegunaan mempelajari IPA
- dapat menyebutkan objek yang dipelajari dalam IPA
1. Pengamatan
Hukum III Newton dan Penerapannya
Seorang anak yang mendorong sebuah lemari akan merasakan bahwa semakin kuat dia mendorong, dia merasakan dorongan lemari kepadanya juga semakin besar. Ini terbukti dengan rasa sakit yang dirasakan anak tersebut ketika dia menekan dengan sangat kuat.Gaya-gaya selalu berpasangan, yang keduanya sama besar tapi arahnya berlawanan. Pasangan gaya yang besarnya sama tetapi arahnya berlawanan, dan bekerja pada dua benda yang berbeda ini disebut sebagai pasangan gaya aksi-reaksi.
Newton menyatakan pasangan gaya aksi-reaksi ini dalam hukum ketiganya yang berbunyi :
Contoh lain, seorang anak yang sedang menendang bola
Jika kaki memberikan gaya ke bola, maka bola pun memberikan gaya yang besarnya sama dengan yang diberikan kaki dengan besar sama tapi arahnya berlawanan.
Hukum II Newton dan Penerapannya
Mendorong Lemari |
Perhatikan gambar di samping.
Dua orang yang mendorong tembok merasa lebih mudah melakukannya ketimbang mendorong sendirian.
Dengan kata lain, gaya dorong untuk mengangkat lemari lebih besar, sehingga diperoleh percepatan yang besar.
Dalam kasus tersebut, Hukum I Newton tidak berlaku karena benda mengalami perubahan kecepatan dari posisi diam hingga akhirnya bergerak.
Jika resultan gaya sama dengan nol maka suatu benda diam atau bergerak lurus dengan kecepatan tetap (percepatan = 0). Itu bunyi hukum I Newton.
Jika resultan gayanya tidak sama dengan nol, berlaku Hukum II Newton yang berbunyi :
“ Besarnya percepatan yang dialami benda berbanding lurus dengan gaya total yang bekerja padanya dan berbanding terbalik dengan massanya. Arah percepatan sama dengan arah gaya total yang bekerja padanya.”
Secara matematis dituliskan :
a = percepatan (m/s2)
∑F = gaya total (N)
m = massa benda (kg)
Dari rumus hukum II Newton yaitu ∑F = m a kita dapat menyimpulkan bahwa gaya sebesar 1 Newton dapat menyebabkan percepatan sebesar 1 m/s2 pada sebuah benda yang bermassa 1 kg. Gaya sebesar 2 N dapat menyebabkan percepatan sebesar 1 m/s2 pada benda bermassa 2 kg atau percepatan sebesar 2 m/s2 pada benda bermassa 1 kg dan seterusnya.
Contoh Penerapan Hukum II Newon
1. Suatu benda yang massanya 2 kilogram dipercepat pada 2,5 m/s2. Berapa resultan gaya yang bekerja pada benda?
Penyelesaian
Diketahui :
m = 2 kg
a = 2,5 m/s2
Jawab
F = m a = 2. 2,5 = 5 N
2. Sebuah mobil balap mampu menghasilkan gaya sebesar 8000 N. Berapa percepatan mobil balap itu jika massa mobil 1500 kg dan total gesekan antara permukaan jalan dan gesekan angin 5000 N?
Penyelesaian
Pada mobil bekerja dua buah gaya yang saling berlawanan yaitu gaya mesin F dan gaya gesekan f.
Sehingga nilai resultan gayanya F = F - f = 8000 - 500 = 7500 N.
Dengan massa mobil sebesar 1500 kg, diperoleh percepatan
Di akhir materi coba amati video sebagai berikut.
Arsyad Riyadi Juni 04, 2020 New Google SEO Bandung, Indonesia
Hukum I Newon dan Penerapannya
Tahukan kalian, siapa dia?Ya, dialah Sir Isaac Newton, salah seorang ilmuwan yang meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam ilmu fisika. Dia banyak berkonstribus di bidang mekanika, optik, gravitasi dan ilmu matematika tentunya.
Kali ini kita akan membahas mengenai Hukun Newton tentang gerak. Kita awali terlebih dulu dengan Hukum I Newton atau yang disebut juga sebagai hukum inersia atau kelembahan.
Apa itu inersia atau kelembaban itu?
Bagaimana perumusan matematikanya?
Bagaimana penerapan inersia atau kelembaman dalam kehidupan sehari?
Untuk menjawabnya, mari kita diskusikan bersama-sama.
Sebelum Galileo, para filosof atau para ilmuwan kuno yang digawangi oleh Aristoteles, beranggapan bahwa pada benda yang bergerak (termasuk benda yang bergerak lurus dengan kecepatan tetap/GLB) mengalami gaya yang bekerja terus-menerus. Tanpa adanya gaya tersebut maka benda tersebut akan diam selamanya. Hal ini sudah kita bahas pada postingan mengenai Miskonsepsi Tentang Gerak.
Dari kejadian tersebut, kita dapat merumuskan hukum I Newton, yaitu jika benda yang bekerja pada benda itu sama dengan nol, maka benda yang sedang diam akan tetap diam dan benda yang sedang bergerak dengan kecepatan tetap akan terus bergerak dengan kecepatan tetap.
Secara lebih singkat hukum I Newton dapat dituliskan sebagai berikut;
Percepatan benda sama dengan nol jika gaya total (resultan gaya) yang bekerja pada benda sama dengan nol.
Secara matematis hukum I Newton dapat dituliskan sebagai
Σ F = 0
Hukum I Newton yang dikemukakan oleh Sir Isaac Newton ini sebenarnya hanya mempertegas apa yang pernah dilakukan atau dijelaskan oleh pendahulunya Galileo, yaitu kecepatan yang dimiliki benda akan terus dipertahankan jika semua gaya penghambatnya dihilangkan.
Contoh peristiwa kelembaman dalam kehidupan yang sehari-hari
Sebuah gelas yang diletakkan di atas meja. Dan di bawah gelas ditaruh selembar kertas. Kertas ditarik dengan lebih lambat, gelas berpindah dari posisinya. Hal ini disebabkan gaya yang diberikan cukup lama, sehingga gelas tersebut tidak dapat mempertahankan keadaan diamnya.
Penggunaan Sabuk Pengaman
Sabuk pengaman merupakan salah satu contoh penerapan Hukum I Newton. Sifat inersia ini tampak sekali dalam kehidupan sehari-hari, misalnya seorang penumpang yang sedang duduk dengan nyaman, tiba-tiba akan terdorong ke depan ketika kendaraan yang dinaikinya di rem secara tiba-tiba. Apalagi kalau terjadi kecelakaan (bertabrakan dengan kendaraan lain), maka tubuh para penumpang akan membentur ke sana kemari.
Penggunaan Sabuk Pengaman |
Untuk mengurangi resiko akibat kecelakaan gunakanlah sabuk pengaman. Sabuk pengaman adalah sebuah alat yang dirancang untuk menahan seorang penumpang mobil atau kendaraan lainnya agar tetap di tempat apabila terjadi tabrakan, atau, yang lebih lazim terjadi, bila kendaraan itu berhenti mendadak. Sabuk pengaman dirancang untuk mengurangi luka dengan menahan si pemakai dari benturan dengan bagian-bagian dalam kendaraan itu atau terlempar dari dalam kendaraannya.
Gerakan kepala jika terjadi tabrakan |
Kegunaan sabuk pengaman (seat belt) akan "mengunci" tubuh kita di saat kita seharusnya "terdorong" ke depan karena sifat sifat inersia pada diri kita.
Selain sabuk pengaman, beberapa mobil yang lebih modern diperlengkapi dengan kantung udara. Kantung udara atau ”air bag”yang akan mengembang ketika mobil tiba-tiba berhenti sehingga dapat mencegah sopir menabrak kemudi atau dashboard.
Nah, kalau sudah tahu sifat inersia atau kelembaman, semakin sadar kita untuk menggunakan sabuk pengaman. Demikian juga bagi pengendara motor untuk menggunakan helm, sehingga resiko akibat benturan atau kecelakaan dapat dihindari.
Buka juga video berikut yang mendemontrasikan hukum I Newton pada pengaman pada kendaraan.
Sumber referensi :
Arsyad Riyadi Juni 03, 2020 New Google SEO Bandung, Indonesia
Miskonsepsi Tentang Gerak
Daun dan batu jatuh |
Coba perhatikan gambar di samping.
Sehelai daun dan sebuah batu jatuh dari ketinggian tertentu. Manakah yang terlebih dahulu jatuh ke bawah?
Tentunya dengan mudah, dikatakan batu akan terlebih dahulu sampai ke bawah. Pertanyaannya adalah apakah dari kejadian itu dapat disimpulkan bahwa benda yang lebih berat (batu) akan jatuh lebih cepat dibandingkan dengan benda yang lebih ringan (daun)?
Kesimpulan tersebut juga dikemukakan oleh Aristoteles, yang mengatakan bahwa sebuah benda yang lebih berat akan jatuh lebih cepat daripada benda yang ringan.
Sekarang, perhatikan juga gambar berikut.
Dari kejadian tersebut, disimpulkan bahwa benda akan terus bergerak sepanjang ada gaya yang mendorong atau menarik benda tersebut. Benda akan terhenti atau diam jika tidak ada gaya yang bekerja.
Sekarang kita analisis bersama kedua kejadian tersebut.
1. Benda yang lebih berat akan jatuh lebih cepat daripada benda yang ringan.
Benarkah anggapan tersebut?
Bagaimana jika percobaannya diganti?
Selembar kertas dan penghapus dijatuhkan dari ketinggian yang sama. Apakah keduanya jatuh ke lantai pada waktu yang sama?
Tentu tidak, penghapus akan tiba ke lantai terlebih dahulu.
Bagaimana jika kertasnya diremas-remas sehingga membentuk seperti bola. Sekarang coba jatuhkan "bola" kertas tersebut bersamaan dengan penghapus. Apakah akan mendapatkan hasil yang sama?
Tidak dapat memastikan bukan?
Karena yang menjadi masalah bukan antara kertas yang ringan dan penghapus yang lebih berat. Tetapi pada kertas yang masih lembaran akan mengalami gaya gesek yang besar. Beda ketika kertasnya diremas-remas sehingga membentuk seperti bola, dipastikan gesekan kertas dengan bola jauh lebih kecil. Sehingga kertas tersebut akan tiba di lantai bersamaan dengan penghapus.
Kata kuncinya adalah adanya gesekan yang menghambat gerak benda bukan pada ringan beratnya benda tersebut.
2. Benda akan terus bergerak sepanjang ada gaya yang mendorong atau menarik benda tersebut. Benda akan terhenti atau diam jika tidak ada gaya yang bekerja.
Mari kita uji pendapat di atas dengan mengubah lintasan yang ditempuh boleh sebagai berikut.
Saat boleh diberikan gaya pada lantai yang licin, dapat dipastikan bola tersebut akan bergerak semakin jauh. Semakin licin lantai pasti akan semakin jauh..selicin-licinnya lantai, bola tersebut dipastikan tidak akan berhenti. Kapan berhentinya? Jika ada penghalang atau ditahan.
Artinya apa?
Bukan karena terus menerus diberikan gaya (misalnya ditendang kembali) agar bola itu berhenti, tetapi karena pengaruh gesekan.
Berhentinya benda semata-mata disebabkan adanya gesekan antara bola dengan dasar lantainya.
Postingan ini sekaligus sebagai revisi atau pembaharuan dari postingan sebelumnya.
1. Foster, Bob.1997. Terpadu Fisika SMA untuk kelas X. Jakarta : Erlangga
2. Kanginan, Marthen. 2002. Fisika untuk SMA Kelas X. Jakarta : Erlangga
Sumber gambar : pixabay.com
Pembelajaran ini merujuk pada situasi dari seorang pembelajar yang secara individual mengakses sumber belajar, seperti data base atau konten materi online melalui internet atau intranet.
2.Individualized self-paced e-learning offline/e-learning offline secara individual
Pembelajaran ini merujuk pada situasi dari seorang pembelajar yang secara individual mengakses sumber belajar, seperti data base atau paket pembelajaran berbantuan komputer secara offline, seperti belajar menggunakan CD atau DVD.
3.Group based e-learning synchronously/e-learning berbasis kelompok secara serentak.
Pembelajaran ini merujuk pada situasi dari sekelompok pembelajar yang belajar secara serentak (dalam waktu bersamaan) melalui internet atau intranet. Kegiatan ini meliputi konferensi berbasis teks, audio, atau video.
4.Group based e-learning asynchronously/e-learning berbasis kelompok secara tak serentak.
Pembelajaran ini merujuk pada situasi dari sekelompok pembelajar yang belajar tidak pada waktu yang bersamaan. Misalnya, diskusi online melalui mailing list atau konferensi berbasis teks dengan sistem manajemen pembelajaran (learning managements systems).
Hampir sama dengan dikemukakan Khoe Yao Tung (2000), yang membedakan ada 4 konfigurasi dalam penggunaan teknologi distance learning, yaitu Same Time Same Place (STSP), Same Time Different Place Instruction (STDP), Different Time Same Place Instruction (DTSP), dan Different Time Different Place Instruction (DTDP). Semua teknologi tersebut akan terus berkembang menjadi makin bersahabat (lebih bersifat pribadi dan fleksibel) bagi penggunanya dan seringkali dilakukan kombinasi satu sama lain.
Virtual classroom merupakan salah satu implementasi dari e-learning, dapat didefinisikan sebagai ruang kelas maya tempat interaksi belajar mengajar dengan bantuan komputer dan multimedia. Kelas maya ini seharusnya tidak jauh berbeda dengan kelas konvensional dalam hal proses belajar mengajarnya, yaitu adanya interaksi guru dan siswa. Bedanya dalam virtual classroom menggunakan perangkat-perangkat digital sebagai pengganti fasilitas-fasilitas yang digunakan dalam kelas konvensional.
Dalam pembelajaran tatap muka guru melakukan apersepsi dan motivasi serta pemberian materi, melakukan tanya jawab. Dalam pembelajaran online, misalnya dengan penggunaan blog/grup WA dan sejenisnya, guru memberikan materi dengan cara menuliskan atau copy paste atau menyuruh siswa untuk membuka link blog. Setelah itu, guru bertanya melalui grup WA atau memberi pertanyaan di blog untuk didiskusikan. Siswa bisa menjawab lewat komentar di grup WA atau kolom komentar di blog.
Sampai tahap akhir, guru meminta siswa mendiskusikan bersama kelompoknya kemudian mempresentasikan di dalam kelas. Analogi pada pembelajaran online, siswa dengan membuat grup kelompok (misal lewat grup WA), saling diskusi, dan kemudian menyampaikan hasil diskusinya. Cara menyampaikan hasil diskusinya bisa dengan cara menuliskan atau screen shoot hasil diskusi kelompok baik di WA maupun lewat komentar di blog. Mengirim lewat upload ke google drive, youtube, blog siswa, email atau yang lainya tentunya juga diperbolehkan. Untuk selanjutnya link-nya ditarud di grup WA untuk dapat ditanggapi oleh kelompok lain.
Dalam pengembangan e-learning ini, bisa mengacu pada riset yang dilakukan oleh Richard Mayer di Universitas Kalifornia. Ruth Clark (2002), mengajukan enam prinsip dalam pengembangan e-learning, yaitu :
1.Prinsip multimedia
Penggunaan grafik yang tepat sesuai dengan teks dan tujuan pembelajaran dapat meningkatkan pembelajaran. Misalnya untuk menampilkan sebuah proses penyebaran virus lebih efektif menggunakan animasi daripada grafik yang statis.
2.Prinsip hubungan
Penempatan teks harus berdekatan dengan grafik. Untuk teks yang banyak, diatur sedemikian rupa sehingga antara teks dan grafik tidak terpisah (misalnya menggunakan kombinasi scrolling yang tepat). Penggunaan teks yang panjang sehingga ilustrasi jauh dibawahnya akan menyulitkan penggunanya.
3.Prinsip modalitas
Penggunaan audio dapat meningkatkan pembelajaran terutama untuk menjelaskan suatu animasi atau visualisasi dari materi yang komplek dan tidak familiar.
4.Prinsip redundansi
Penjelasan grafik melalui audio dan teks yang berlebihan dapat merugikan pembelajaran. Misalnya suatu grafik cukup dilengkapi dengan teks. Pemberian narasi bisa mengganggu kenyamanan pengguna saat mengamati grafik tersebut.
5.Prinsip koherensi
Penggunaan tampilan visual, teks dan sound yang tidak tepat dapat merugikan pembelajaran.
6.Prinsip personalisasi
Penggunaan bahasa sehari-hari dan nara sumber lain dapat meningkatkan pembelajaran. Misalnya suatu CD pembelajaran akan lebih menarik jika digunakan bahasa keseharian dan diiringi dengan narasi dari nara sumber.
E-learning ini harus mampu menyajikan pengalaman belajar yang bermakna melalui pemanfaatan teknologi dan informasi yang intensif. Seperti dikemukakan oleh Paulina Panen (2005), bahwa e-learning mampu untuk :
- Menfasilitasi komunikasi dan interaksi antar siswa dengan tenaga pengajar dan nara sumber ahli
- Meningkatkan kolaborasi antar siswa untuk membentuk komunitas belajar
- Mendorong siswa untuk secara mandiri mencari sumber belajar dan mencapai makna
- Memberikan umpan balik lintas ruang dan waktu
- Memberikan akses kepada beragam sumber belajar
Referensi
1. Clark, Ruth. 2002. Six Principles of Effective E-learning : What Works and Why. Learning Solutions e-Magazine. Edisi : September 10, 2002.
2. Khoe Yao Tung. 2000. Pendidikan dan Riset di Internet. Jakarta : Dinastindo
3. Naidu, Som. 2003. E-learning : A Guidebook of Principles, Procedures and Practises. India : Commonwealth Educational Media Center for Asia (CEMCA)
4. Panen, Paulina. 2005. Pengembangan E-learning : Antara Mitos dan Kenyataan. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran ”Teknologi Pendidikan Menuju Masyarakat Belajar” . Jakarta, 5 – 6 Desember 2005.