Buku Emotional Intelligence : Kecerdasan Emosional
-
Buku Emotional Intelligence : Kecerdasan Emosional
[image: Buku Emotional Intelligence : Kecerdasan Emosional]
Emotional Intelligence - Daniel GolemanBuku ...
Memberi Muatan Listrik
Ada tiga cara memberi muatan listrik :
1. Cara menggosok
2. Cara konduksi
3. Cara induksi
1. Memberi Muatan Listrik Dengan Cara Menggosok
Mula-mula, balon dan kain wol keduanya memiliki muatan netral. Setelah digosok, elektron mengalir dari kain wol menuju balon. Balon menjadi bermuatan listrik negatif, karena mendapat tambahan elektron.(jumlah elektron lebih banyak daripada jumlah protonnya). Kain wol menjadi bermuatan listrik positif karena jumlah elektronnya lebih sedikit daripada jumlah protonnya.
Jenis muatan listrik yang diperoleh dengan menggosokkan dua jenis benda yang berbeda jenis.
- Plastik dan ebonit akan bermuatan listrik negatif jika digosok dengan kain wol
- Kaca akan bermuatan listrik positif jika digosok dengan kain sutra
2. Memberi Muatan Listrik Dengan Cara Konduksi
Pada peristiwa konduksi ini, terjadi kontak langsung dari kedua benda sehingga elektron mengalir melalui satu benda ke benda lainnya.
Beberapa bahan yang tergolong konduktor dan isolator
a. Konduktor
- Konduktor baik : berbagai jenis logam (perak, tembaga, logam)
- Konduktor jelek : air, tanah, badan manusia
b. Isolator : karet, berbagai plastik (PVC, politen, perspeks)
Pada bahan-bahan yang tergolong isolator, elektron-elektron pada setiap atom diikat dengan kuat, sehingga dalam keadaan normal, elektron-elektron tidak bebas bergerak. Akibatnya bahan isolator sukar menghantarkan muatan listrik.
2. Memberi Muatan Listrik Dengan Cara Induksi
Induksi listrik adalah pemisahan muatan listrik di dalam suatu penghantar karena penghantar itu didekati oleh (tanpa menyentuh) benda bermuatan listrik.
Contoh :
Sebuah balon yang telah digosokkan pada rambut seseorang disentuhkan ke suatu dinding netral dan ternyata balon tetap menempel pada dinding.
Bagaimana prosesnya?
Perhatikan gambar berikut.
Balon yang telah digosokkan pada rambut seseorang akan bermuatan negatif, sedangkan dinding mula-mula netral [gambar (a)]. Ketika balon mendekati dinding, maka elektron-elektron dinding ditolak menjauhi muatan negatif balon. Akibatnya dinding yang bersentuhan dengan balon berpolaritas positif. Hal ini menyebabkan balon dapat menempel cukup lama di dinding [gambar (b)].
Prinsip kerja induksi listrik ini, menjadi dasar bagi pembuatan elektroskop. Elektroskop adalah suatu alat yang digunakan untuk mengetahui suatu benda bermuatan listrik atau tidak.
Arsyad Riyadi Juni 22, 2012 New Google SEO Bandung, Indonesia
Ada tiga cara memberi muatan listrik :
1. Cara menggosok
2. Cara konduksi
3. Cara induksi
1. Memberi Muatan Listrik Dengan Cara Menggosok
Gosokan memisahkan muatan, menyebabkan balon bermuatan negatif dan kain wol bermuatan positif |
Jenis muatan listrik yang diperoleh dengan menggosokkan dua jenis benda yang berbeda jenis.
- Plastik dan ebonit akan bermuatan listrik negatif jika digosok dengan kain wol
- Kaca akan bermuatan listrik positif jika digosok dengan kain sutra
2. Memberi Muatan Listrik Dengan Cara Konduksi
Pada peristiwa konduksi ini, terjadi kontak langsung dari kedua benda sehingga elektron mengalir melalui satu benda ke benda lainnya.
Sebuah logam dapat diberi muatan listrik negatif (a) atau positif (b) dengan cara konduksi |
Beberapa bahan yang tergolong konduktor dan isolator
a. Konduktor
- Konduktor baik : berbagai jenis logam (perak, tembaga, logam)
- Konduktor jelek : air, tanah, badan manusia
b. Isolator : karet, berbagai plastik (PVC, politen, perspeks)
Pada bahan-bahan yang tergolong isolator, elektron-elektron pada setiap atom diikat dengan kuat, sehingga dalam keadaan normal, elektron-elektron tidak bebas bergerak. Akibatnya bahan isolator sukar menghantarkan muatan listrik.
2. Memberi Muatan Listrik Dengan Cara Induksi
Induksi listrik adalah pemisahan muatan listrik di dalam suatu penghantar karena penghantar itu didekati oleh (tanpa menyentuh) benda bermuatan listrik.
Contoh :
Sebuah balon yang telah digosokkan pada rambut seseorang disentuhkan ke suatu dinding netral dan ternyata balon tetap menempel pada dinding.
Bagaimana prosesnya?
Perhatikan gambar berikut.
Balon yang telah digosok menempel pada dinding |
Prinsip kerja induksi listrik ini, menjadi dasar bagi pembuatan elektroskop. Elektroskop adalah suatu alat yang digunakan untuk mengetahui suatu benda bermuatan listrik atau tidak.
Arsyad Riyadi Juni 22, 2012 New Google SEO Bandung, Indonesia
A. Tujuan
Memahami resultan gaya-gaya segaris dan searah
B. Dasar Teori
Resultan gaya adalah perpaduan dua gaya atau lebih. Untuk menentukan resultan gaya ini bisa menggunakan diagram vektor gaya.
C. Alat dan Bahan
- Neraca pegas
- Anak timbangan
- Statip
D. Cara kerja
- Susunlah alat dan bahan seperti pada gambar
neraca pegas |
- Gantungkan anak timbangan 1 kg dan bacalah beratnya pada skala neraca pegas
- Ulangi percobaan untuk massa yang berbeda
E. Data Percobaan
No
|
Massa anak timbangan
|
Berat (N)
|
1
|
1 kg
| |
2
|
2 kg
| |
3
|
1 kg + 2 kg
|
F. Pertanyaan
1. Bagaimana menentukan resultan gaya dari gaya-gaya yang segaris?
Jawab :
2. Gambarkan diagram vektor gaya dari percobaan ini?
Jawab :
G. Kesimpulan
………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………..
Percobaan Fisika : Hubungan Antara Massa dan Berat
1. Menentukan hubungan antara massa dan berat
2. Menyelidiki perbedaan antara massa dan berat
B. Dasar Teori
Massa adalah ukuran banyaknya materi (zat) yang dikandung oleh suatu benda. Berat adalah besarnya gaya gravitasi bumi yang bekerja pada suatu benda.
Besarnya berat dirumuskan dengan :
W = m.g
W = berat (N)
m = massa benda (kg)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
C. Alat dan Bahan
- Neraca pegas
- Lima buah anak timbangan
- Kertas grafik
D. Cara kerja
- Susunlah alat dan bahan seperti pada gambar
neraca pegas |
- Gantungkan beban 1 kg dan catat jarum yang ditunjukkan oleh neraca pegas
- Ulangi percobaan untuk anak timbangan yang berbeda
E. Data Percobaan
No
|
Massa (kg)
|
Berat (N)
|
Berat/massa
|
1
| |||
2
| |||
3
| |||
4
| |||
5
|
F. Pertanyaan
1. Bagaimana hubungan antara massa dan berat?
Jawab :
2. Jelaskan perbedaan antara massa dan berat?
Jawab :
G. Kesimpulan
………………………………………………………………………………………..
....……………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………..
Sumber gambar :
http://www.e-dukasi.net/file_storage/materi_pokok/MP_73/Image/image4.jpg Arsyad Riyadi Juni 21, 2012 New Google SEO Bandung, Indonesia
Percobaan Fisika : Massa Jenis
A. TujuanMengetahui besarnya massa jenis balok
B. Dasar Teori
Massa jenis menunjukkan ciri khas suatu zat. Zat-zat yang sejenis memiliki memiliki massa jenis yang sama dan zat-zat yang berbeda memiliki massa jenis yang berbeda.
Massa jenis didefinisikan sebagai massa dibagi volume benda.
ρ = massa jenis (kg/m3)
m = massa benda (kg)
v = volume (m3)
C. Alat dan Bahan
- Mistar
- Neraca
- Balok 5 buah
D. Cara kerja
- Ukurlah panjang, lebar, dan tinggi masing-masing balok
- Hitunglah volumenya
- Ukurlah massa tiap-tiap balok dengan menggunakan neraca
- Hitunglah hasil bagi massa dengan volumenya
E. Data Percobaan
No
|
Panjang
|
Lebar
|
Tinggi
|
Volume
|
Massa
|
Massa/volume
|
1
| ||||||
2
| ||||||
3
| ||||||
4
| ||||||
5
|
F. Pertanyaan
1. Mengapa massa jenis tiap-tiap balok tersebut berbeda?
Jawab :
2. Apakah yang dimaksud dengan besaran massa jenis?
Jawab :
G. Kesimpulan
………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………….. Arsyad Riyadi Juni 21, 2012 New Google SEO Bandung, Indonesia
Adi W. Gunawan dalam salah satu bukunya yang berjudul Genius Learning Strategy, menjelaskan apa yang dimaksud dengan Genius Learning Strategy? Bagaimana asumsi dasar yang digunakan? Dan prinsip-prinsip yang ditawarkan dalam Genius Learning.
Genius Learning atau lebih tepatnya disebut sebagai Holistic Learning adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu rangkaian pendekatan praktis dalam upaya meningkatkan hasil proses pembelajaran. Upaya yang dilakukan ini menggunakan berbagai pengetahuan seperti cara kerja otak, cara kerja memori, neuro-linguistic programming (NLP), motivasi, konsep diri, gaya belajar, multiple intelligence (kecerdasan majemuk), teknik membaca, teknik mencatat dan sebagainya.
Metode ini, mempunyai berbagai nama yang sama/mirip, seperti Accelerated Learning, Quantum Learning, Quantum Teaching dan yang sejenisnya. Tujuan dari berbagai metode ini dapat dikatakan mempunyai tujuan yang sama, yaitu bagaimana membuat proses pembelajaran yang efisien, efektif, dan menyenangkan.
Preposisi atau asumsi dasar yang dipakai dalam metode Genius Learning :
1. Setiap orang dilahirkan jenius
2. Kecerdasan adalah suatu fenomena yang unik
3. Konsep diri seseorang berbanding lurus dengan potensi yang ia gali dan kembangkan
4. IQ tinggi sangat membantu keberhasilan akademik, namun bukan satu-satunya faktor utama
5. Guru dapat mempengaruhi dan meningkatkan kecerdasan anak didik
6. Kecerdasan berkembang secara bertahap
7. Berpikir dapat diajarkan
Berikut adalah sembilan prinsip dalam Genius Learning
1. Otak akan berkembang dengan maksimal dalam lingkungan yang kaya akan stimulus multi sensori dan tantangan berpikir
2. Besarnya pengharapan/ekspetasi berbanding lurus dengan hasil yang dicapai
3. Lingkungan belajar yang "aman" adalah lingkungan belajar yang memberikan tantangan tinggi namun dengan tingkat ancaman yang rendah
4. Otak sangat membangkitkan umpan balik yang bersifat segera dam mempunyai banyak pilihan
5. Musik membantu proses pembelajaran
6. Ada beberapa alur dan jenis memori yang berbeda yang ada pada otak kita
7. Kondisi fisik dan emosi saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan
8. Setiap otak adalah unik dengan kapasitas pengembangan yang berbeda berdasarkan pada pengalaman pribadi
9. Walaupun terdapat perbedaan fungsi antara otak kiri dan otak kanan, namun kedua belah hemisfer ini bisa bekerja sama dalam mengolah suatu informasi.
Sumber : Gunawan, Adi W. 2003. Genius Learning Strategy. Gramedia Pustaka Utama Arsyad Riyadi Mei 16, 2012 New Google SEO Bandung, Indonesia
Genius Learning atau lebih tepatnya disebut sebagai Holistic Learning adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu rangkaian pendekatan praktis dalam upaya meningkatkan hasil proses pembelajaran. Upaya yang dilakukan ini menggunakan berbagai pengetahuan seperti cara kerja otak, cara kerja memori, neuro-linguistic programming (NLP), motivasi, konsep diri, gaya belajar, multiple intelligence (kecerdasan majemuk), teknik membaca, teknik mencatat dan sebagainya.
Metode ini, mempunyai berbagai nama yang sama/mirip, seperti Accelerated Learning, Quantum Learning, Quantum Teaching dan yang sejenisnya. Tujuan dari berbagai metode ini dapat dikatakan mempunyai tujuan yang sama, yaitu bagaimana membuat proses pembelajaran yang efisien, efektif, dan menyenangkan.
Preposisi atau asumsi dasar yang dipakai dalam metode Genius Learning :
1. Setiap orang dilahirkan jenius
2. Kecerdasan adalah suatu fenomena yang unik
3. Konsep diri seseorang berbanding lurus dengan potensi yang ia gali dan kembangkan
4. IQ tinggi sangat membantu keberhasilan akademik, namun bukan satu-satunya faktor utama
5. Guru dapat mempengaruhi dan meningkatkan kecerdasan anak didik
6. Kecerdasan berkembang secara bertahap
7. Berpikir dapat diajarkan
Berikut adalah sembilan prinsip dalam Genius Learning
1. Otak akan berkembang dengan maksimal dalam lingkungan yang kaya akan stimulus multi sensori dan tantangan berpikir
2. Besarnya pengharapan/ekspetasi berbanding lurus dengan hasil yang dicapai
3. Lingkungan belajar yang "aman" adalah lingkungan belajar yang memberikan tantangan tinggi namun dengan tingkat ancaman yang rendah
4. Otak sangat membangkitkan umpan balik yang bersifat segera dam mempunyai banyak pilihan
5. Musik membantu proses pembelajaran
6. Ada beberapa alur dan jenis memori yang berbeda yang ada pada otak kita
7. Kondisi fisik dan emosi saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan
8. Setiap otak adalah unik dengan kapasitas pengembangan yang berbeda berdasarkan pada pengalaman pribadi
9. Walaupun terdapat perbedaan fungsi antara otak kiri dan otak kanan, namun kedua belah hemisfer ini bisa bekerja sama dalam mengolah suatu informasi.
Sumber : Gunawan, Adi W. 2003. Genius Learning Strategy. Gramedia Pustaka Utama Arsyad Riyadi Mei 16, 2012 New Google SEO Bandung, Indonesia
SEKOLAH PARA JUARA : MENERAPKAN MULTIPLE INTELLIGENCES DI DUNIA PENDIDIKAN
Judul asli buku ini adalah Multiple Intelligences in the Classroom-2nd edition karya Thomas Armstrong.
Di Indonesia buku ini diterjemahkan oleh Yudhi Murtanto, disunting oleh Rina S. Marzuki, dan diterbitkan oleh Penerbit Kaifa Bandung.
Pada bagian depan, Hernowo memberikan pengantar yang diawali dengan cerita mengenai kegagalan pendidikan yang berasal dari dunia binatang. Para binatang gagal memiliki prestasi yang diharapkan karena dipaksa melakukan sesuatu hal-hal yang tidak menghargai sifat alami mereka.
Teori Kecerdasan Majemuk (KM) yang ditemukan oleh Howard Gardner, menjadi "alat" yang ampuh bagi Armstrong untuk menimbulkan paradigma baru berkaitan dengan sekolah.
Pertama, dahulu sekolah (baca guru) membedakan siswanya menjadi dua kelompok, yaitu siswa pandai dan bodoh. Menurut teori Kecerdasan Majemuk (KM) tidak ada siswa yang bodoh.
Kedua, dahulu suasana kelas cenderung monoton dan membosankan. Dengan delapan cara mengajar yang bertumpu pada delapan jenis kecerdasan, pembelajaran lebih variatif (menggairahkan dan menyenangkan).
Ketiga, dahulu, seorang guru mungkin kesulitan membangkitkan minat dan gairah murid-muridnya. Dengan Kecerdasan Majemuk, masalah tersebut dapat diatasi dengan cepat.
Hernowo juga mencontohkan salah satu sekolah yang sudah menerapkan teori Kecerdasaran Majemuk (KM), yaitu SMU (Plus) Muthahhari, Bandung yang didirikan oleh Jalaluddin Rakhmat. Kurikulum yang dikembangkan di SMU Muthahhari, selain diarahkan agar siswa menguasai beberapa kompetensi, juga ditujukan agar para siswa mampu meningkatkan harga dirinya dengan meraih berbagai prestasi.
Pada bagian akhir, Hernowo menunjukkan pentingnya teori Kecerdasan Majemuk (KM) dalam menyukseskan kurikulum di Indonesia dengan KBK-nya.
Buku Multiple Intelligences in the Classroom-2nd edition, juga diberi pengantar langsung oleh Howard Gardner yang memberikan apresiasi yang tinggi dengan tulisan Armstrong yang akurat, jelas, referensi luas, dan cara penyampaian yang sesuai untuk para pendidik.
Buku ini terdiri dari 14 Bab, yaitu :
Bab 1 Dasar-Dasar Teori Kecerdasan Majemuk
Bab 2 KM dan Perkembangan Kepribadian
Bab 3 Menilai Kecerdasan Majemuk Siswa
Bab 4 Mengajarkan KM kepada Siswa
Bab 5 KM dan Pengembangan Kurikulum
Bab 6 KM dan Strategi Pengajaran
Bab 7 KM dan Lingkungan Kelas
Bab 8 KM dan Manajemen Kelas
Bab 9 Sekolah KM
Bab 10 KM dan Penilaian
Bab 11 KM dan Pendidikan Khusus
Bab 12 KM dan Kemampuan Kognitif
Bab 13 Beberapa Penerapan Teori KM yang lain
Bab 14 KM dan Kecerdasan Eksistensial
Singkatnya melalui buku ini, teori KM Howard Gardner menjadi sangat praktis untuk diterapkan para pendidik di sekolahnya. Arsyad Riyadi Mei 14, 2012 New Google SEO Bandung, Indonesia
Judul asli buku ini adalah Multiple Intelligences in the Classroom-2nd edition karya Thomas Armstrong.
Di Indonesia buku ini diterjemahkan oleh Yudhi Murtanto, disunting oleh Rina S. Marzuki, dan diterbitkan oleh Penerbit Kaifa Bandung.
Pada bagian depan, Hernowo memberikan pengantar yang diawali dengan cerita mengenai kegagalan pendidikan yang berasal dari dunia binatang. Para binatang gagal memiliki prestasi yang diharapkan karena dipaksa melakukan sesuatu hal-hal yang tidak menghargai sifat alami mereka.
Teori Kecerdasan Majemuk (KM) yang ditemukan oleh Howard Gardner, menjadi "alat" yang ampuh bagi Armstrong untuk menimbulkan paradigma baru berkaitan dengan sekolah.
Pertama, dahulu sekolah (baca guru) membedakan siswanya menjadi dua kelompok, yaitu siswa pandai dan bodoh. Menurut teori Kecerdasan Majemuk (KM) tidak ada siswa yang bodoh.
Kedua, dahulu suasana kelas cenderung monoton dan membosankan. Dengan delapan cara mengajar yang bertumpu pada delapan jenis kecerdasan, pembelajaran lebih variatif (menggairahkan dan menyenangkan).
Ketiga, dahulu, seorang guru mungkin kesulitan membangkitkan minat dan gairah murid-muridnya. Dengan Kecerdasan Majemuk, masalah tersebut dapat diatasi dengan cepat.
Hernowo juga mencontohkan salah satu sekolah yang sudah menerapkan teori Kecerdasaran Majemuk (KM), yaitu SMU (Plus) Muthahhari, Bandung yang didirikan oleh Jalaluddin Rakhmat. Kurikulum yang dikembangkan di SMU Muthahhari, selain diarahkan agar siswa menguasai beberapa kompetensi, juga ditujukan agar para siswa mampu meningkatkan harga dirinya dengan meraih berbagai prestasi.
Pada bagian akhir, Hernowo menunjukkan pentingnya teori Kecerdasan Majemuk (KM) dalam menyukseskan kurikulum di Indonesia dengan KBK-nya.
Buku Multiple Intelligences in the Classroom-2nd edition, juga diberi pengantar langsung oleh Howard Gardner yang memberikan apresiasi yang tinggi dengan tulisan Armstrong yang akurat, jelas, referensi luas, dan cara penyampaian yang sesuai untuk para pendidik.
Buku ini terdiri dari 14 Bab, yaitu :
Bab 1 Dasar-Dasar Teori Kecerdasan Majemuk
Bab 2 KM dan Perkembangan Kepribadian
Bab 3 Menilai Kecerdasan Majemuk Siswa
Bab 4 Mengajarkan KM kepada Siswa
Bab 5 KM dan Pengembangan Kurikulum
Bab 6 KM dan Strategi Pengajaran
Bab 7 KM dan Lingkungan Kelas
Bab 8 KM dan Manajemen Kelas
Bab 9 Sekolah KM
Bab 10 KM dan Penilaian
Bab 11 KM dan Pendidikan Khusus
Bab 12 KM dan Kemampuan Kognitif
Bab 13 Beberapa Penerapan Teori KM yang lain
Bab 14 KM dan Kecerdasan Eksistensial
Singkatnya melalui buku ini, teori KM Howard Gardner menjadi sangat praktis untuk diterapkan para pendidik di sekolahnya. Arsyad Riyadi Mei 14, 2012 New Google SEO Bandung, Indonesia
DAMPAK TEORI MULTIPLE INTELLIGENCES DALAM PENDIDIKAN
Gardner menggolongkan adanya 9 inteligensi yang dipunyai manusia yaitu inteligensi linguistik, matematis-logis, ruang-visual, kinestetik-badani, musikal, interpersonal, intrapersonal, lingkungan, dan eksistensial. Inteligensi linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan kata-kata dan dan berbahasa secara efektif baik secara oral maupun tertulis seperti yang dipunyai para pencipta puisi, editor, jurnalis, dan pemain sandiwara. Inteligensi matematis-logis lebih berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika secara efektif seperti dipunyai seorang matematikus, santis, programer, dan logikus. Inteligensi ruang adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara tepat seperti dipunyai para pemburu, arsitek, dan dekorator. Inteligensi kinestetik-badani adalah keahlian menggunakan tubuh untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan seperti pada aktor, atletik, penari, pemahat, dan ahli bedah. Inteligensi musikal adalah kemampuan untuk mengembangkan serta mengekspresikan bentuk-bentuk musik dan suara. Inteligensi interpersonal adalah kemampuan untuk menangkap dan membuat oembedaan dalam perasaan, intensi, motivasi, dan perasaan akan orang lain. Inteligensi intrapersonal adalah pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasarkan pengenalan diri. Inteligensi lingkungan adalah kemampuan yang berkaitan dengan pemahaman flora dan fauna, lingkungan hidup. Inteligensi eksistensial adalah kemampuan yang berkaitan dengan keberadaan manusia.
Menurut Gardner, dalam diri seorang terdapat kesembilan inteligensi tersebut. Ada inteligensi yang lebih menonjol dan tidak menonjol. Inteligensi yang tidak menonjol dapat dikembangkan agar lebih optimal, salah satunya melalui pendidikan di sekolah.
Dampak Multiple Intelligences bagi Siswa yang Belajar
Menurut Gardner, siswa lebih mudah memahami suatu pelajaran jika bahan pelajaran disajikan sesuai dengan kecenderungan inteligensi yang dimilikinya. Untuk itu, siswa akan sangat terbantu jika mereka memahami kecenderungan inteligensinya . Selanjutnya mereka dibantu untuk menggunakan cara belajar yang cocok.
Beberapa metode untuk mengerti inteligensi siswa, antara lain dengan cara : 1) tes intelidensi ganda; 2) mengamati reaksi siswa waktu guru mengajar dengan berbagai inteligensi ganda, 3) mengamati gerak dan aktivitas siswa di luar kelas; 4) nilai rapor dan portofolio kegiatan siswa.
Dengan berbagai perbedaan inteligensi siswa, maka sangat penting bagi guru untuk memberikan kebebasan siswanya belajar fisika dengan berbagai cara. Misalnya metode problem solving dalam fisika tidak cocok untuk beberapa inteligensi.
Dampak bagi Guru yang Mengajar
Dalam risetnya, Gardner menemukan bahwa guru kebanyakan lebih suka mengajar dengan metode yang sesuai dengan kecenderungan inteligensinya. Guru yang inteligensi matematis-logisnya bagus akan mengajar secara sistematis, rasional, dan logis. Berbeda dengan guru yang kecenderungan inteligensi interpersonalnya menonjol, akan menyukai pendekatan personal.
Jika menggunakan metode yang tidak cocok, kemungkinan bahan yang diajarkan sulit dicerna siswa, bahkan dianggap sebagai guru yang tidak disukai. Untuk itu guru perlu mengembangkan berbagai macam inteligensinya agar dapat mengajar dengan berbagai metode sesuai dengan inteligensi siswa-siswanya.
Dampak bagi Pengaturan Kelas/Sekolah
Suatu kelas yang menyesuaikan berbagai inteligensi mempunyai pengaturan yang dinamis, tidak tertata meja lurus dan guru di depan. Bila menggunakan model permainan, ruang kelas pun harus ditata ulang. Saat inteligensi musikal ingin ditonjolkan, maka ruang kelas pun harus ditata agar siswa lebih leluasa. Sesekali juga harus dibawa ke luar, agar kecerdasan lingkungan siswa lebih terasah.
Kurikulum pun disusun kembali, bukan dengan model indoktrinasi. Siswa diberi kesempatan belajar dengan gaya belajar yang paling tepat. Sehingga mereka bisa menikmati pelajaran dengan senang, yang berakibat langsung dengan meningkatnya motivasi belajar mereka.
Kesimpulan
- Setiap siswa memiliki kecenderungan inteligensi/kecerdasan yang berbeda-beda
- Tugas guru mengetahui cara belajar siswa yang tepat sesuai dengan kecenderungan belajar yang dimiliki siswa
Sumber Gambar : https://www.verywellmind.com/thmb/H_8mQfDrxovVfl2My1VbeHKqrzM=/1500x1000/filters:no_upscale():max_bytes(150000):strip_icc()/gardners-theory-of-multiple-intelligences-2795161-5bcdfc7046e0fb0051fb2311.png
Sumber Bacaan
Suparno, Paul. 2004. Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah. Yogyakarta : Kanisius
Suparno, Paul. 2007. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik dan Menyenangkan. Yogyakarta : Sanata Darma Arsyad Riyadi April 01, 2012 New Google SEO Bandung, Indonesia
Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan
Filsafat konstruktivisme, dewasa ini, mempunyai pengaruh yang besar dalam dunia pendidikan. Dengan berlandaskan pada teori ini, model pembelajaran sangat berbeda dengan model pembelajaran klasik. Tulisan ini merupakan ringkasan dari buku Metodologi Pembelajaran Fisika : Konstruktivistik dan Menyenangkan yang ditulis oleh Paul Suparno.Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi. Pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) bagi yang menekuninya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah jadi. Pengetahuan adalah proses menjadi lebih tahu, lebih lengkap dan lebih sempurna. Misalnya pengetahuan tentang listrik. Di SD dikenalkan bahwa lampu menyala karena ada arus yang mengalir. Di SMP dikenalkan berbagai rangkaian listrik, di SMA diperdalam lagi sampai rangkaian yang lebih kompleks dan selanjutnya terus diperdalam di perguruan tinggi.
Secara prinsipal, para konstruktivis menolak kemungkinan transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Pengetahuan dikonstruksikan sendiri atau paling sedikit diinterpretasikan sendiri oleh siswa dan tidak begitu saja dipindahkan.
Konstruktivisme Psikologis Personal (Piaget)
Konstruktivisme psikologis diawali oleh Piaget yang meneliti bagaimana seorang anak membangun pengetahuan kognitifnya. Seorang anak mula-mula membentuk skema, mengembangkan skema, dan mengubah skema. Ia lebih menekankan bagaimana si individu secara sendiri mengkonstruksi pengetahuan dari interaksinya dengan pengalaman dan objek yang dihadapi. Pendekatan Piaget ini bersifat personal dan individual.
Dalam kasus belajar fisika, seorang anak diberi kebebasan untuk mempelajari sendiri dan kemajuannya dapat sendiri-sendiri. Tekanannya adalah siswa hanya dapat mengerti fisika bila ia sendiri belajar dan dengan demikian membangun pengetahuannya sendiri.
Sosiokulturalisme (Vygotsky)
Berbeda dengan Piaget, Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang lain terlebih yang memiliki pengetahuan lebih baik maupun sistem/lingkungan yang telah berkembang dengan baik. Misalnya seorang yang belajar fisika dipertemukan dengan ahli fisika yang dapat bercerita tentang pengalaman, pemikiran maupun penemuan-penemuannya. Dalam keterlibatan ini siswa tertantang untuk mengkonstruksi pengetahuanny sesuai dengan konstruksi para ahli.
Menurut sosiokulturalisme, kegiatan seseorang dalam memahami sesuatu dipengaruhi oleh partisipasinya dalam praktek-praktek sosial dan kultural yang ada, seperti masyarakat, sekolah, teman dan lain-lain. Misalnya keadaan masyarakat yang mendukung pendidikan dapat membantu anak-anak berkembang lebih baik. Belajar berkelompok dapat membuat semakin yakin dengan pengetahuan yang dimilikinya. Mereka dapat saling mengoreksi maupun melengkapi gagasan atau pendapat teman.
Konstruktivisme bersifat kontektual. Jika konteksnya berbeda, maka siswa memahami konsepnya secara berbeda juga. Misalnya, seseorang anak menemukan bahwa titik didih air pada tekanan udara tinggi akan berbeda ketika tekanan udaranya rendah.
Dampak Konstruktivisme Bagi Siswa yang Belajar
Belajar adalah proses yang aktif. Siswa sendiri yang membentuk pengetahuannya. Dalam proses belajar ini, siswa menyesuaikan konsep dan ide-ide yang baru dengan kerangka berpikir yang mereka miliki. Siswa sendiri yang bertanggung jawab terhadap hasil belajar mereka.
Belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta. Di dalamnya dipenuhi dengan proses berpikir, dari membuat hipotesa, memecahkan persoalan, berefleksi dan seterusnya sampai terbentuk pengetahuan yang baru.
Dalam mempelajari suatu konsep, misalnya gerak dalam fisika, siswa sudah membawa konsep-konsep fisika sebelum mengikuti pelajaran formal di sekolah. Konsep-konsep yang mereka bawa sering tidak tepat dan tidak sesuai. Itulah yang disebut miskonsepsi. Pengertian awal inilah yang perlu dikembangkan dan diluruskan dalam belajar di sekolah.
Oleh karena pengetahuan dibentuk baik secara individual maupun sosial, maka belajar kelompok dapat dibentuk untuk mematangkan konstruksinya. Bagi siswa yang mempunyai gagasan salah, mereka dapat mengubahnya. Sedangkan bagi siswa yang mempunyai gagasan benar, dapat menjadi lebih yakin dengan pengetahuannya.
Dampak Konstruksivisme Bagi Guru Fisika
Mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari otak guru ke otak siswa. Mengajar lebih merupakan proses membantu siswa sendiri membangun pengetahuannya. Peran guru bukan mentransfer ilmu, melainkan sebagai mediator atau fasilitator yang membantu siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka secara cepat dan efektif.
Secara ringkas pendekatan mengajar konstruktivis dapat diungkapkan dalam beberapa sikap dan praktik sebagai berikut.
Sebelum guru mengajar
- Guru menyiapkan bahan yang mau diajarkan dengan seksama
- Guru mempersiapkan alat-alat peraga/praktikum yang akan digunakan
- Guru mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk merangsang siswa aktif belajar
- Guru sebaiknya mendalami keadaan siswa, mengerti kelemahan dan kelebihan siswa
- Guru perlu mempelajari pengetahuan awal siswa
Selama proses pembelajaran
- Siswa dibantu aktif belajar, menekuni bahan
- Siswa dipacu bertanya
- Guru menggunakan metode ilmiah dalam proses penemuan sehingga siswa merasa menemukan sendiri pengetahuan mereka.
- Pikiran dan gagasan siswa diikuti
- Guru perlu menggunakan bervariasi metode pembelajaran
- Siswa diajak melakukan kunjungan ke tempat pengembangan IPA seperti museum sains, laboratorium tenaga atom, dll
- Guru perlu mengadakan praktikum terpimpin maupun bebas terlebih untuk topik yang sulit sehingga siswa lebih mengerti
- Siswa yang berpendapat salah atau lain tidak dicerca, sebaliknya pendapat mereka diperhatikan
- Jawaban alternatif dari siswa diterima atau dibahas
- Kesalahan konsep siswa ditunjukkan dengan arif dan bukan dicela melulu
- Pikiran siswa yang tidak tepat ditantang dengan menyediakan data anomali yang berlawanan dengan gagasan siswa
- Siswa diberi waktu berpikir dan merumuskan gagasan mereka, tanpa harus dikejar-kejar waktu
- Siswa diberi kesempatan mengungkapkan pikirannya sehingga guru mengerti apakah gagasan mereka itu tepat atau tidak
- Siswa diberi kesempatan untuk mencari pendekatan dan caranya sendiri dalam belajar dan menemukan sesuatu
- Guru perlu mengadakan evaluasi yang terus menerus dan menyertakan proses belajar dalam evaluasi itu
Sesudah proses pembelajaran
- Guru memberikan pekerjaan rumah, mengumpulkannya serta mengoreksinya
- Guru perlu sering memberikan tugas lain untuk pendalaman materi
- Tes yang membuat siswa berpikir, bukan hapalan
Sikap yang perlu dipunyai guru
- Siswa dianggap bukan tabula rasa, tetapi sebagai subyek yang sudah tahu sesuatu
- Model kelas : siswa aktif, guru menyertai
- Bila ditanya siswa dan tidak dapat menjawab, guru tidak usah marah dan mencerca siswa. Lebih baik mengakuinya dan mencba mencari bersama
- Menyediakan ruang tanya jawab dan diskusi
- Guru dan siswa saling belajar
- Dalam mengajar yang penting bukan bahan selesai, tetapi siswa belajar untuk belajar sendiri
- Guru perlu memberikan ruang untuk boleh salah bagi siswanya
- Hubungan guru-siswa dialogal, saling dialog, dan kerja sama dalam mendalami pengetahuan
- Guru mengembangkan pengetahuan yang luas dan mendalam
- Guru mengerti konteks bahan yang mau diajarkan dehingga dapat menjelaskan secara kontekstual
Kesimpulan
- Pengetahuan bukan ditransfer begitu saja tetapi dikonstruk sendiri
- Peran guru adalah menciptakan kondisi agar proses konstruksi pengetahuan siswanya berjalan dengan baik
Bacaan Rujukan
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius
Suparno, Paul. 2007. Metodologi Pembelajaran Fisika
Konstruktivistik dan Menyenangkan. Yogyakarta : Sanata Darma