Bangun Budaya Positif, Wujudkan Pembelajaran Berdiferensiasi
-
Bangun Budaya Positif, Wujudkan Pembelajaran Berdiferensiasi
Apakah mereka membaca buku yang sama?
Pembelajaran berdiferensiasi yang optimal tidak serta mer...
Dalam pengembangan laboratorium, khususnya IPA, banyak sekali permasalahan-permasalahan yang perlu diinventaris dari awal, sebagai pijakan untuk mengambil langkah selanjutnya.
Permasalahan-permasalahan tersebut secara ringkas bisa dilihat dalam skema berikut.
Sekarang mari kita bahas satu persatu ke-5 faktor di atas, yaitu :
1. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang dimaksud adalah sumber daya pengelola laboratorium, yang terdiri dari kepala laboratorium, teknisi, dan laboran. Tugas dan wewenang ketiganya mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 24 Tahun 2007, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 26 Tahun 2008, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 35 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya dan .Pedoman PK Guru dengan Tugas Tambahan Kepala Laboratorium/Bengkel Sekolah/Madrasah.
Di lapangan, banyak terjadi kepala laboratorium masih melakukan banyak tugas lain. Padahal untuk kepala laboratorium sendiri sudah dihargai 12 jam. Berdasarkan pengalaman, kalau dihitung 12 jam tersebut tidaklah cukup. Apalagi untuk menyiapkan perangkat-perangkat laboratorium yang sebelumnya belum ada.
Demikian juga, jika tenaga laboran atau teknisi sekedar diambilkan dari staff TU, misalnya. Seringnya akan terjadi bentrok tugas di antara sebagai laboran atau teknisi dengan sebagai staff TU.
2. Keterbatasan sarana dan prasarana
Adanya bantuan berupa gedung laboratorium maupun peralatannya bukan berarti tidak ada masalah yang timbul. Misalnya, jika kondisi gedungnya jauh dari pusat sekolah akan rawan pencurian.
Demikian juga bantuan alat dan bahan yang yang biasanya terbatas jumlahnya harus dicari pemecahannya.
3. Lemahnya Administrasi
Masalah administrasi terkait langsung dengan ketersediaan tenaga administrasi di laboratorium, khususnya kepala laboratorium. Dengan pengangkatan kepala laboratorium yang dihargai setara dengan 12 jam mengajar, diharapkan administrasi laboratorium dapat disusun dengan rapi dan lengkap. Tetapi sayangnya, referensi mengenai perangkat laboratorium yang sesuai tuntutan PK Guru dengan tugas tambahan kepala laboratorium sangatlah terbatas. Yang banyak ditemukan, ya perangkat standarnya saja.
4. Lemahnya dukungan sekolah
Seringkali laboratorium dijadikan alternatif ruang pertemuan bagi sekolah. Ketimbang membongkar pembatas kelas atau menggunakan sebuah kelas, lebih mudah menggunakan ruang laboratorium yang relatif luas. Demikian juga, ketika laboratorium, masih dianggap sebelah mata oleh sekolah, maka alokasi dana yang ke arah pengembangan laboratorium sangat terbatas bahkan mungkin tidak ada.
5. Perkembangan ICT
Perkembangan ICT sangat pesat. Hal ini bisa ditandai dengan merebaknya konten-konten multimedia yang begitu menarik, baik melalui internet, iklan, surat kabar, majalah, bahkan iklan-iklan di pinggir jalan.
Dengan begitu banyaknya konten seperti itu, perlu dipertanyakan kembali apakah sumber belajar (buku, lks) masih relevan pada saat sekarang. Dipungkiri atau tidak, sebagai guru atau pemerhati pendidikan seharusnya bukan sekedar melarang siswanya mengakses konten-konten “sampah”, terutama melalui internet. Tetapi, mari bersama-sama membuat konten-konten “tandingan” yang akan membuat siswa lebih tertarik pada konten yang kita buat. Konten tersebut bisa dalam bentuk presentasi pembelajaran, multimedia pembelajaran, e-book interaktif, game edukasi dan lain-lain.
Kembali ke fungsi laboratorium sebagai pusat pembelajaran IPA khususnya, perlu dipertimbangkan kembali untuk mewujudkan laboratorium yang berbasis teknologi informasi. Selain untuk menghadapi tantangan dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, juga banyaknya sumber-sumber daya di internet yang dapat digunakan untuk kepentingan pendidikan maupun riset.
Bagaimana solusinya? Tunggu postingan berikutnya.
Luar biasa mata ini. Waktu menunjukkan jam 03.08 dini hari.
Sumber : Laporan OJL Penulis Arsyad Riyadi Januari 21, 2015 New Google SEO Bandung, Indonesia
Permasalahan-permasalahan tersebut secara ringkas bisa dilihat dalam skema berikut.
Sekarang mari kita bahas satu persatu ke-5 faktor di atas, yaitu :
1. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang dimaksud adalah sumber daya pengelola laboratorium, yang terdiri dari kepala laboratorium, teknisi, dan laboran. Tugas dan wewenang ketiganya mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 24 Tahun 2007, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 26 Tahun 2008, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 35 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya dan .Pedoman PK Guru dengan Tugas Tambahan Kepala Laboratorium/Bengkel Sekolah/Madrasah.
Di lapangan, banyak terjadi kepala laboratorium masih melakukan banyak tugas lain. Padahal untuk kepala laboratorium sendiri sudah dihargai 12 jam. Berdasarkan pengalaman, kalau dihitung 12 jam tersebut tidaklah cukup. Apalagi untuk menyiapkan perangkat-perangkat laboratorium yang sebelumnya belum ada.
Demikian juga, jika tenaga laboran atau teknisi sekedar diambilkan dari staff TU, misalnya. Seringnya akan terjadi bentrok tugas di antara sebagai laboran atau teknisi dengan sebagai staff TU.
2. Keterbatasan sarana dan prasarana
Adanya bantuan berupa gedung laboratorium maupun peralatannya bukan berarti tidak ada masalah yang timbul. Misalnya, jika kondisi gedungnya jauh dari pusat sekolah akan rawan pencurian.
Demikian juga bantuan alat dan bahan yang yang biasanya terbatas jumlahnya harus dicari pemecahannya.
3. Lemahnya Administrasi
Masalah administrasi terkait langsung dengan ketersediaan tenaga administrasi di laboratorium, khususnya kepala laboratorium. Dengan pengangkatan kepala laboratorium yang dihargai setara dengan 12 jam mengajar, diharapkan administrasi laboratorium dapat disusun dengan rapi dan lengkap. Tetapi sayangnya, referensi mengenai perangkat laboratorium yang sesuai tuntutan PK Guru dengan tugas tambahan kepala laboratorium sangatlah terbatas. Yang banyak ditemukan, ya perangkat standarnya saja.
4. Lemahnya dukungan sekolah
Seringkali laboratorium dijadikan alternatif ruang pertemuan bagi sekolah. Ketimbang membongkar pembatas kelas atau menggunakan sebuah kelas, lebih mudah menggunakan ruang laboratorium yang relatif luas. Demikian juga, ketika laboratorium, masih dianggap sebelah mata oleh sekolah, maka alokasi dana yang ke arah pengembangan laboratorium sangat terbatas bahkan mungkin tidak ada.
5. Perkembangan ICT
Perkembangan ICT sangat pesat. Hal ini bisa ditandai dengan merebaknya konten-konten multimedia yang begitu menarik, baik melalui internet, iklan, surat kabar, majalah, bahkan iklan-iklan di pinggir jalan.
Dengan begitu banyaknya konten seperti itu, perlu dipertanyakan kembali apakah sumber belajar (buku, lks) masih relevan pada saat sekarang. Dipungkiri atau tidak, sebagai guru atau pemerhati pendidikan seharusnya bukan sekedar melarang siswanya mengakses konten-konten “sampah”, terutama melalui internet. Tetapi, mari bersama-sama membuat konten-konten “tandingan” yang akan membuat siswa lebih tertarik pada konten yang kita buat. Konten tersebut bisa dalam bentuk presentasi pembelajaran, multimedia pembelajaran, e-book interaktif, game edukasi dan lain-lain.
Kembali ke fungsi laboratorium sebagai pusat pembelajaran IPA khususnya, perlu dipertimbangkan kembali untuk mewujudkan laboratorium yang berbasis teknologi informasi. Selain untuk menghadapi tantangan dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, juga banyaknya sumber-sumber daya di internet yang dapat digunakan untuk kepentingan pendidikan maupun riset.
Bagaimana solusinya? Tunggu postingan berikutnya.
Luar biasa mata ini. Waktu menunjukkan jam 03.08 dini hari.
Sumber : Laporan OJL Penulis Arsyad Riyadi Januari 21, 2015 New Google SEO Bandung, Indonesia