Salah satu kebijakan merdeka belajar adalah mengubah Ujian Nasional (UN) menjadi Assesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan Survei Karakter. Kebijakan yang lain yaitu Ujian Sekolah Berstandar Sekolah (USBN) diganti dengan ujian yang diselenggarakan oleh sekolah, Rencana Pelaksanaan Pembelajaraan (RPP) yang disederhanakan serta penerimaan peserta didik Baru (PPDB) Zonasi.
Keempat kebijakan pemerintah tersebut ditujukan untuk mewujudkan pendidikan yang memerdekakan. Dengan pendidikan yang memerdekakan ini, semua peserta didik akan dapat belajar dengan nyaman dan bahagia tanpa tekanan apapun. Pendeknya dengan "merdeka belajar" ini siswa lebih dapat mengekspresikan dirinya secara merdeka agar potensinya dapat maksimal.
Kalau UN digantikan dengan AKM, apakah motivasi siswa tidak hilang? Bahkan UN menjadi kehilangan "kesaktiannya" saat tidak lagi menentukan kelulusan sekolah. Apalagi dengan sistem PPDB zonasi yang tidak mensyaratkan nilai untuk menjadi faktor penentu lolos seleksi, kecuali yang lewat prestasi.
Kalau dicermati, pola pikir selama ini yang boleh jadi keliru ketika memaksakan UN menjadi kriteria penentu kelulusan. Seolah-olah, siswa yang nilai UN nya tinggi dianggap siswa yang sukses. Siswa yang sukses karena nilai UN ini diyakini memiliki modal yang lebih tinggi dalam menjalani kehidupan dibanding siswa yang nilai UN-nya rendah. Apakah memang seperti itu?
Dulu saya suka bercerita tentang seorang siswa yang menusuk gurunya karena mendapat nilai 90 untuk mapel Fisika. Cerita ini saya lupa dapat ide dari mana, tetapi berulangkali saya ceritakan. Kok bisa nilai 90 marah dengan guru fisikanya. Iya..kebetulan mapel yang lain seperti Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Kimia, dan Biologinya dapat 100. Berlebihan mungkin cerita ini. Tetapi setidaknya bayangkan siswa tersebut merasa kecewa karena nilai fisika tersebut telah menjadikannya tidak sempurna.
Kalau cerita itu benar, siswa tersebut sampai melukai gurunya maka dapat dikatakan siswa itu gagal dalam menjalani kehidupan. IQ boleh tinggi, tetapi EQ, SQ, dan AQ juga harus seimbang.
Lah..lantas apa hubungannya dengan AKM.
Suka tidak suka, dengan adanya UN maka seolah-olah akan terbedakan adanya 2 mapel, yaitu mapel UN (Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan IPA) dengan mapel UN. Dalam pembelajarannya pun terbedakan. Mapel UN akan diajarkan dengan penuh serius plus ada tambahan pelajaran dan berbagai try out. Hal ini tidak menjadi masalah sebatas tidak mengabaikan peran pelajaran lain atau memandang sebelah mata.
Mungkin juga tidak sadar, bahwa siswa dapat mengerjakan UN dengan baik karena memiliki ingatan serta cara berpikir yang kritis dan kreatif. Modal ingatan dan cara berpikir ini hasil dari akumulasi bertahun-tahun bergelut dengan semua mata pelajaran bukan dari mapel UN. Jangan-jangan anak-anak lebih kreatif dalam berpikir karena dia menyukai pelajaran seni budaya atau prakarya. Jangan-jangan anak-anak lebih stabil atau tenang saat mengerjakan UN karena sentuhan mapel agama atau BK selama ini.
Ujian Nasional (UN) dan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) memang hal berbeda, tetapi keduanya sama-sama merupakan bentuk penilaian. UN mengujikan konten materi pelajaran sedangkan AKM bicara kompetensi dasar. Kompetensi dasar ini diperlukan bagi siswa untuk meningkatkan kapasitas diri serta berpartisipasi dalam masyarakat. Dua kompetensi mendasar ini meliputi literasi membaca dan literasi matematika (numerasi). Di sini siswa harus menggunakan kemampuan bernalarnya untuk menggabungkan kosep dan pengetahuan yang dimiliki, mengolah berbagai informasi serta menyelesaikan beragam masalah kontekstual.
Soal-soal AKM tidak lagi mengacu pada konten pelajaran, meskipun perlu yang namanya pemahaman teks khususnya saat menyelesaikan literasi membaca maupun menyelesaikan berbagai permasalahan yang terkait dengan matematika (numerasi). Tetapi tidak boleh terjebak pada pemahaman yang salah yaitu literasi membaca itu berurusan dengan mapel Bahasa dan numerasi berurusan dengan mapel Matematika. Sehingga guru-guru yang memegang mapel tersebut diberi tanggung jawab untuk mengajarkan AKM.
Sebenarnya kata-kata "mengajarkan AKM" menjadi istilah yang lucu. Apalagi saat mendengar ada sebuah sekolah yang membuat program sukses AKM dengan berbagai kegiatan seperti les maupun try out. Alih-alih ingin membuat siswa merdeka, malah seolah-olah memunculkan "hantu baru" pengganti UN yang lebih menakutkan dengan cara menyodorkan contoh-contoh soal AKM yang begitu panjangnya serta membutuhkan analisis yang mendalam. Semoga sih hal ini tidak terjadi. Sehingga yang dimaksud program sukses AKM ini bukan les atau drill soal tetapi ke arah perbaikan proses pembelajaran.
AKM ini dilaksakanan pada kelas V untuk SD, kelas VIII untuk SMP, dan kelas XI untuk SMA. AKM ini tidak dilaksanakan oleh semua siswa tetapi diambil sampel. Dengan sampel ini diharapkan, sekolah akan mendapatkan gambaran yang lebih tepat apakah proses pembelajaran selama ini memang sudah mementingkan proses bernalar, berpikir kritis dan kreatif atau terjebak pada hapalan semata.
Dan dari hasil AKM tersebut, karena dilaksanakan kelas V, VIII, dan XI maka sekolah diberi waktu untuk memperbaiki pembelajarannya jika nilai AKM nya rendah serta tetap dapat meningkatkan kualitas pembelajarannya jika standar AKM nya dah tercapai.
Jadi, AKM ini adalah tanggung jawab bersama semua guru dengan latar belakang mapel apapun. AKM ini menjadi gambaran yang lebih nyata bagi sekolah, apakah siswa memiliki kompetensi mendasar dalam menyelesaikan berbagai ragam permasalahan kontekstual. Tidak ada drill atau persiapan yang instan.
AKM ini sebagai gambaran apakah proses pembelajaran selama ini telah melatih kemampuan nalar siswa atau tidak. Kemampuan nalar siswa akan berkembang jika mereka secara nyaman dan merdeka dalam memaksimalkan potensinya. Pembelajaran-pembelajaran berbasis inquiri/discoveri, berbasis masalah, serta berbasis proyek menjadi pilihan yang sesuai untuk menjadikan siswa memiliki kemampuan bernalar, berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan berbagai permasalahan kehidupn.
Selamat belajar.
Pembelajaran ini merujuk pada situasi dari seorang pembelajar yang secara individual mengakses sumber belajar, seperti data base atau konten materi online melalui internet atau intranet.
2.Individualized self-paced e-learning offline/e-learning offline secara individual
Pembelajaran ini merujuk pada situasi dari seorang pembelajar yang secara individual mengakses sumber belajar, seperti data base atau paket pembelajaran berbantuan komputer secara offline, seperti belajar menggunakan CD atau DVD.
3.Group based e-learning synchronously/e-learning berbasis kelompok secara serentak.
Pembelajaran ini merujuk pada situasi dari sekelompok pembelajar yang belajar secara serentak (dalam waktu bersamaan) melalui internet atau intranet. Kegiatan ini meliputi konferensi berbasis teks, audio, atau video.
4.Group based e-learning asynchronously/e-learning berbasis kelompok secara tak serentak.
Pembelajaran ini merujuk pada situasi dari sekelompok pembelajar yang belajar tidak pada waktu yang bersamaan. Misalnya, diskusi online melalui mailing list atau konferensi berbasis teks dengan sistem manajemen pembelajaran (learning managements systems).
Hampir sama dengan dikemukakan Khoe Yao Tung (2000), yang membedakan ada 4 konfigurasi dalam penggunaan teknologi distance learning, yaitu Same Time Same Place (STSP), Same Time Different Place Instruction (STDP), Different Time Same Place Instruction (DTSP), dan Different Time Different Place Instruction (DTDP). Semua teknologi tersebut akan terus berkembang menjadi makin bersahabat (lebih bersifat pribadi dan fleksibel) bagi penggunanya dan seringkali dilakukan kombinasi satu sama lain.
Virtual classroom merupakan salah satu implementasi dari e-learning, dapat didefinisikan sebagai ruang kelas maya tempat interaksi belajar mengajar dengan bantuan komputer dan multimedia. Kelas maya ini seharusnya tidak jauh berbeda dengan kelas konvensional dalam hal proses belajar mengajarnya, yaitu adanya interaksi guru dan siswa. Bedanya dalam virtual classroom menggunakan perangkat-perangkat digital sebagai pengganti fasilitas-fasilitas yang digunakan dalam kelas konvensional.
Dalam pembelajaran tatap muka guru melakukan apersepsi dan motivasi serta pemberian materi, melakukan tanya jawab. Dalam pembelajaran online, misalnya dengan penggunaan blog/grup WA dan sejenisnya, guru memberikan materi dengan cara menuliskan atau copy paste atau menyuruh siswa untuk membuka link blog. Setelah itu, guru bertanya melalui grup WA atau memberi pertanyaan di blog untuk didiskusikan. Siswa bisa menjawab lewat komentar di grup WA atau kolom komentar di blog.
Sampai tahap akhir, guru meminta siswa mendiskusikan bersama kelompoknya kemudian mempresentasikan di dalam kelas. Analogi pada pembelajaran online, siswa dengan membuat grup kelompok (misal lewat grup WA), saling diskusi, dan kemudian menyampaikan hasil diskusinya. Cara menyampaikan hasil diskusinya bisa dengan cara menuliskan atau screen shoot hasil diskusi kelompok baik di WA maupun lewat komentar di blog. Mengirim lewat upload ke google drive, youtube, blog siswa, email atau yang lainya tentunya juga diperbolehkan. Untuk selanjutnya link-nya ditarud di grup WA untuk dapat ditanggapi oleh kelompok lain.
Dalam pengembangan e-learning ini, bisa mengacu pada riset yang dilakukan oleh Richard Mayer di Universitas Kalifornia. Ruth Clark (2002), mengajukan enam prinsip dalam pengembangan e-learning, yaitu :
1.Prinsip multimedia
Penggunaan grafik yang tepat sesuai dengan teks dan tujuan pembelajaran dapat meningkatkan pembelajaran. Misalnya untuk menampilkan sebuah proses penyebaran virus lebih efektif menggunakan animasi daripada grafik yang statis.
2.Prinsip hubungan
Penempatan teks harus berdekatan dengan grafik. Untuk teks yang banyak, diatur sedemikian rupa sehingga antara teks dan grafik tidak terpisah (misalnya menggunakan kombinasi scrolling yang tepat). Penggunaan teks yang panjang sehingga ilustrasi jauh dibawahnya akan menyulitkan penggunanya.
3.Prinsip modalitas
Penggunaan audio dapat meningkatkan pembelajaran terutama untuk menjelaskan suatu animasi atau visualisasi dari materi yang komplek dan tidak familiar.
4.Prinsip redundansi
Penjelasan grafik melalui audio dan teks yang berlebihan dapat merugikan pembelajaran. Misalnya suatu grafik cukup dilengkapi dengan teks. Pemberian narasi bisa mengganggu kenyamanan pengguna saat mengamati grafik tersebut.
5.Prinsip koherensi
Penggunaan tampilan visual, teks dan sound yang tidak tepat dapat merugikan pembelajaran.
6.Prinsip personalisasi
Penggunaan bahasa sehari-hari dan nara sumber lain dapat meningkatkan pembelajaran. Misalnya suatu CD pembelajaran akan lebih menarik jika digunakan bahasa keseharian dan diiringi dengan narasi dari nara sumber.
E-learning ini harus mampu menyajikan pengalaman belajar yang bermakna melalui pemanfaatan teknologi dan informasi yang intensif. Seperti dikemukakan oleh Paulina Panen (2005), bahwa e-learning mampu untuk :
- Menfasilitasi komunikasi dan interaksi antar siswa dengan tenaga pengajar dan nara sumber ahli
- Meningkatkan kolaborasi antar siswa untuk membentuk komunitas belajar
- Mendorong siswa untuk secara mandiri mencari sumber belajar dan mencapai makna
- Memberikan umpan balik lintas ruang dan waktu
- Memberikan akses kepada beragam sumber belajar
Referensi
1. Clark, Ruth. 2002. Six Principles of Effective E-learning : What Works and Why. Learning Solutions e-Magazine. Edisi : September 10, 2002.
2. Khoe Yao Tung. 2000. Pendidikan dan Riset di Internet. Jakarta : Dinastindo
3. Naidu, Som. 2003. E-learning : A Guidebook of Principles, Procedures and Practises. India : Commonwealth Educational Media Center for Asia (CEMCA)
4. Panen, Paulina. 2005. Pengembangan E-learning : Antara Mitos dan Kenyataan. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran ”Teknologi Pendidikan Menuju Masyarakat Belajar” . Jakarta, 5 – 6 Desember 2005.
Dalam buku Materi Pendukung Literasi Sains yang dikeluarkan Kemendikbud dijelaskan bahwa literasi sains dapat diartikan sebagai pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta
mengambil simpulan berdasar fakta, memahami karakteristik sains, kesadaran bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual, dan budaya, serta kemauan untuk terlibat dan peduli terhadap isu-isu yang terkait sains (OECD, 2016). National Research Council (2012) menyatakan bahwa rangkaian kompetensi ilmiah yang dibutuhkan pada literasi sains mencerminkan pandangan bahwa sains adalah ansambel dari praktik sosial dan epistemik yang umum pada
semua ilmu pengetahuan, yang membingkai semua kompetensi sebagai tindakan.
Gerakan literasi sains ini bukan hanya dilaksanakan di sekolah tetapi juga di level keluarga dan masyarakat. Literasi sains merupakan bagian dari sains, bersifat praktis, berkaitan dengan isu-isu tentang sains dan ide-ide sains. Warga negara harus memiliki kepekaan terhadap kesehatan, sumber daya alam, kualitas lingkungan, dan bencana alam dalam konteks personal, lokal, nasional, dan global. Dari sini kita bisa melihat bahwa cakupan literasi sains sangat luas, tidak hanya dalam mata pelajaran sains, tetapi juga beririsan dengan literasi lainnya.
Bagaimana membangun literasi sains, khususnya di sekolah?
PISA menetapkan 3 dimensi besar literasi sains, yaitu konten sains, peoses sains, dan konteks aplikasi sains. Dalam konten sains ini peserta didik dapat memahami konsep kunci mengenai fenomena alam maupun perubahan-perubahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Proses literasi sains meliputi kemampuan untuk mencari, menafsirkan, dan mencari bukti-bukti berdasarkan pengetahuan dan pemahaman ilmiah yang dikuasai peserta didik. Sedangkan dalam konteks literasi, lebih banyak mengkaji permasalahan keseharian seperti bidang kehidupan dan kesehatan, bumi dan lingkungan serta teknologi.
Dalam proses pembelajarannya, membangun literasi sains pada peserta didik khususnya bersesuaian dengan pendekatan saintifik dalam kurikulum 2013. Meskipun demikian membangun literasi sains ini bukan merupakan hal yang baru. Pendekatan filosofisnya pun menggunakan teori konstrukstivisme yaitu bagaimana peserta didik membangun sendiri pengetahuannya dengan mengorganisasi pengalamannya yang kemudian menghasilkan konsep yang benar. Pada tahap ini sangat mungkin peserta didik mengalami miskonsepsi. Tugas gurulah agar bisa mengubah konsep yang salah ini menjadi konsep yang benar.
Model pembelajaran yang bisa dilakukan untuk membangun literasi sains dapat melalui pendekatan sains terpadu, pendekatan STM, pembelajaran kontekstual, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran tuntas, menyusun RPP sains, dan melaksanakan pembelajaran berdasar RPP tersebut (Uus Toharudin, 2014 : 79 - 138).
Agar pembelajaran sesuai target, diperlukan adanya bahan ajar khusus yang telah ada maupun dirancang sendiri yang khusus untuk menyiapkan literasi sains bagi peserta didik. Bahan ajar maupun lembar kerja yang mengintegrasikan literasi sains juga dapat dipadukan dengan pembelajaran HOTS, ppk, 4c dan lainnya. Selamat mencoba.
Bahan Bacaan :
1. Materi Pendukung Literasi Sains - Kemdikbud
2. Buku Membangun Literasi Sains Peserta Didik yang ditulis oleh Uus Toharudin, Sri Hendrawati, Andrian Rustaman. Penerbit Humaniora (2011)
Arsyad Riyadi Maret 08, 2020 New Google SEO Bandung, Indonesia
Panduan Kerja Kepala Sekolah
Seorang kepala sekolah, khususnya kepala sekolah baru, seperti saya sangat membutuhkan buku panduan kerja sebagai penuntun dalam melaksanakan tugas pokok sebagai kepala sekolah. Sebagai kepala sekolah baru akan “gamang” ketika tidak paham apa yang dilakukan ketika dipasrahi tanggung jawab untuk mengelola sebuah sekolah. Mungkin “kegamangan” ini tidak berlaku bagi banyak kepala sekolah, tetapi bagi saya hal ini sangat penting sekali. Buku panduan kerja ini juga diperlukan untuk mempermudah kepala sekolah untuk mempersiapkan diri saat ada pembinaan atau penilaian dari pengawas maupun dinas pendidikan. (Jadi kepala sekolah tidak merdeka ternyata ya…ada penilaian dari atasan. Yach..tentu saja begitu bro).Standar nasional pendidikan (SNP) merupakan dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Standar nasional pendidikan (SNP) ini meliputi 8 standar, yaitu standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian. SNP ini telah diatur salam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Kepala sekolah, sebagai pemimpin memiliki peran strategis dalam meningkatkan profesionalitas guru dan mutu pendidikan di sekolah. Untuk itu, seorang kepala sekolah harus mampu : Mendorong timbulnya kemauan yang kuat dengan penuh semangat dan percaya diri kepada para guru, staf dan peserta didik dalam melaksanakan tugasnya masing-masing Memberikan bimbingan dan mengarahkan para guru, staf dan peserta didik, serta memberikan dorongan, memacu dan berdiri di depan demi kemajuan dan memberikan inspirasi dalam mencapai tujuan
Untuk dapat melaksanakan fungsinya tersebut seorang kepala sekolah harus :
- Memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalitas pendidikan dan tenaga kependidikan di sekolahnya
- Memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan pendidik dan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada pendidik dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan kemampuan profesinya, dan mendorong keterlibatan pendidik dan tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang tujuan sekolah
- Memiliki hubungan sangat erat dengan berbagai pihak yang terkait dengan upaya peningkatan mutu sekolah dan mendukung keterlaksanaan seluruh program sekolah dan produktivitas sekolah
- Melakukan pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja pendidik dan tenaga kependidikan
- Mampu memberikan petunjuk dan pengarahan, meningkatkan kemampuan pendidik dan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas secara proporsional
- Memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah, dan mengembangkan model-model pembelajarn yang inovatif
- Menjadi figur teladan yang dapat dijadikan contoh dan teladan bagi pendidik dan tenaga kependidikan maupun peserta didik
Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, seorang kepala sekolah akan dinilai kinerjannya. Penilaian kinerja kepala sekolah ini meliputi :
- Usaha pengembangan sekolah yang dilakukan selama menjabat sebagai kepala sekolah
- Peningkatan kualiatas sekolah berdasarkan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan selama di bawah kepemimpinan yang bersangkutan
- Perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut pengawasan pembelajaran yang dilakukan kepala sekolah dalam upaya pembinaan dan bimbingan kepada guru
- Usaha pengembangan profesionalisme sebagai kepala sekolah
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan pembelajaran merupakan salah satu aspek kepemimpinan yang paling penting untuk dilakukan oleh seorang kepala sekolah. Sebenarnya sudah banyak penelitian yang membuktikan bahwa jika kepala sekolah melakukan kepemimpinan pembelajaran dengan baik maka prestasi belajar siswa akan maksimal.Dengan kepemimpinan pembelajaran yang efektif maka proses belajar mengajar pun akan menjadi lebih aktif serta iklim pembelajaran pun menjadi lebih kondusif. Hal ini tentunya akan berimbas kepada output yang dihasilkan pun baik. Output yang dimaksud ini bukan melulu bidang akademik tapi juga non akademik. Demikian juga ranah yang disentuh pun mencakup pengetahuan, sikap dan ketrampilan. "Tiada hasil yang menghianati proses" bukanlah sekedar kata-kata yang basi tetapi memang sesuai sekali. Pembelajaran yang efektif akan menghasilkan siswa yang optimal kemampuannya, baik di bidang akademik maupun non akademik.
Ironisnya, di antara apa yang dilakukan oleh kepala sekolah hanya 10 persen tindakan yang dilakukan terkait dengan kepemimpinan pembelajaran. Pernyataan ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Stronge (1988). Lemahnya kepemimpinan pembelajaran (instructional leader) ini karena kurangnya pelatihan, kurangnya waktu untuk melaksanakan kepemimpinan pembelajaran, kesibukan menyelesaikan administrasi dan adanya kesan bahwa tugas utama dari kepala sekolah sebagai manajer.
Arti kepemimpinan pembelajaran
Kepemimpinan pembelajaran atau instructional leadership adalah kepemimpinan yang memfokuskan pada pembelajaran. Komponen pembelajaran yang dimaksud meliputi kurikulum, proses belajar mengajar dan asesmen (penilaian hasil belajar). Kepemimpinan pembelajaran juga memfokuskan pada penilaian serta pengembangan guru, layanan prima dalam pembelajaran, dan pembangunan komunitas belajar di sekolah.
Kurikulum di sini mencangkup pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang meliputi kegiatan perumusan visi, misi dan tujuan sekolah; pengembangan struktur dan muatan kurikulum serta pembuatan kalender akademik.
Proses belajar mengajar meliputi penyusunan silabus, pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), pengembangan bahan ajar, pemilihan buku pelajaran, pemilihan metode mengajar dan metode belajar, penggunaan media pembelajaran dan fasilitas belajar lainnya, pengelolaan kelas, dan permotivasian kelas.
Asesmen (evaluasi hasil belajar) meliputi aspek yang dievaluasi, metode evaluasi, dan pelaporan.
Aspek kepemimpinan pembelajaran yang lain seperti penilaian dan pengembangan guru, layanan prima dalam pembelajaran dan pembangunan manusia pembelajar harus diperhatikan. Karena komponen-komponen kepemimpinan pembelajaran itu merupakan fondasi dasar dari cita-cita terbangunnya sekolah.
Ibaratnya sebuah sekolah tanpa gedung sekalipun yang utama pembelajarannya harus jalan. Dan kalau boleh diringkas hanya membutuhkan 3 komponen utama :
- adanya siswa
- adanya guru
- adanya kurikulum (apa yang diajarkan)
Jadi, marilah peran kepemimpinan pembelajaran di sekolah jadikanlah yang utama dibanding dengan kegiatan-kegiatan kepemimpinan yang lain. Kalau memang sudah dibantu oleh waka/urusan kurikulum bukan berarti kepala sekolah berlepas tangan. Apakah yakin waka/urusan kurikulum tersebut menerapkan prinsip kepemimpinan bukan sebagai manajer atau pelaksana saja. Silahkan untuk direnungi.
Berikut ini file presentasi dalam bentuk powerpoint (ppt) mengenai Kepemimpinan Pembelajaran yang saya buat. Smoga bermanfaat dan ditunggu respon/tanggapan/kritik dan sarannya, Trims
Catatan : Template PowerPointnya saya dapatkan dari bonus beli buku Microsoft PowerPoint 2010 for Expert yang ditulis oleh Cristopher Lee
Guru wajib ini memiliki ciri-ciri :
Sumber gambar : https://www.brilio.net/news/ini-14-guru-ganteng-dan-cantik-indonesia-bikin-kamu-betah-di-kelas-151125u.html
Beberapa waktu lalu pendidikan karakter telah banyak disosialisakan untuk diterapkan di sekolah, dari pendidikan dasar sampai perguruan tingga. Muncullah gagasan pendidikan yang berbasis karakter. Setelah itu, muncul juga pendidikan anti korupsi. Tidak berbeda jauh dengan pendidikan karakter, meskipun dengan nada yang "lebih ganas", pendidikan anti korupsi ini pun tidak sepenuhnya masuk ke lingkungan sekolah. Adem ayem lah.
Gagasan-gagasan Sekolah Masa Depan : Sekolah Bebas Korupsi seolah-olah hanya khayalan semata.
Penerapan kurikulum 2013 yang menegaskan kembali peranan pendidikan karakter membawa angin segar bagi terwujudnya generasiemas penerus bangsa.
Jelas, dalam kurikulum 2013, ada tiga jenis ranah penilaian, yaitu penilaian sikap (sosial dan spiritual), pengetahuan dan ketrampilan. Ketiga ranah ini, saling melengkapi tetapi penilaian diberikan terpisah. Ketiga ranah tersebut itu setara, tidak ada ranah yang lebih baik dibanding dengan ranah lainnya. Ranah sikap, pengetahuan dan ketrampilan memiliki proporsi yang sama.
Nilai-nilai anti korupsi diintegrasikan dalam pembelajaran di sekolah-sekolah dengan harapan untuk memutus mata rantai korupsi di negeri ini. Nilai-nilai anti korupsi yang dimaksud meliputi kerjasama, keadilan, tanggung jawab, kepedulian, kejujuran, kedisiplinan, keberanian, kegigihan, dan kesederhanaan.
Tentunya ada benang merah nilai-nilai anti korupsi ini dengan nilai sikap (spiritual dan sosial) yang ada di kurikulum 2013.
Menjadi tantangan tersendiri bagi guru untuk mengintegrasikan nilai-nilai anti korupsi atau sikap tersebut dalam pembelajaran. Nilai-nilai ini bukan saja diterapkan pada mata pelajaran agama maupun Pkn, tetapi semua pelajaran. Selain ini, nilai-nilai ini juga diintegrasikan melalui kegiatan ekstrakurikuler, misalnya pada pramuka.
Bagi guru IPA, menjadi tantangan sendiri untuk menghubungkan materi pelajaran dengan nilai-nilai tersebut. Misalnya, dalam pembelajaran di laboratorium. Peserta didik dituntut untuk melaporkan hasil pengukuran maupun pengamatan seperti yang dilakukannya. Hasil pengukuran/pengamatan ini tentunya tidak boleh dirubah/dimanipulasi. Selain hasilnya menjadi tidak valid, juga tindakan memanipulasi data ini bertentangan dengan nilai-nilai anti korupsi maupun sikap, yaitu kejujuran.
Kerja sama dalam kelompok juga harus terus digalakkan. Antar teman di kelas tidaklah saling menjatuhkan maupun menganggap teman yang lain sebagai saingan. Proses pembelajaran di sekolah bukanlah pertandingan dengan adanya satu pemenang. Pembelajaran merupakan proses agar semuanya berhasil mencapai tujuan. Semuanya harus menjadi juara, atau menang semua.
Untuk itu, kolaborasi dalam pembelajaran sangat diperlukan untuk menjembatani antara peserta didik yang "lemah" dengan peserta didik yang "kuat". Peserta didik yang "lemah" akan terbantu dan termotivasi oleh teman sekelompoknya yang lebih "kuat". Sedang yang "kuat" rela hati membagikan ilmunya kepada yang lebih "lemah". Dengan harapan dia akan semakin "kuat", semakin maju wawasannya. Pahamkan kepada golongan yang "high" atau "kuat" tadi, bahwa tidak ada yang hilang ketika berbagi ilmu. Yang ada malah pemahaman atas suatu pengetahuan akan semakin mantap. Dan kepercayaan diri pun akan meningkat.
Demikianlah, semoga dengan diterapkannya kurikulum 2013, maka pendidikan karakter maupun pendidikan anti korupsi akan menjiwai setiap mata pelajaran.
Arsyad Riyadi Desember 12, 2014 New Google SEO Bandung, Indonesia
PRAMUKA DAN ANTI KORUPSI
Tema pramuka dan anti korupsi menjadi pilihan penulis, ketika mengisi materi Persami bagi siswa baru, yang dilaksankan tanggal 31 Agustus 2013.Memang, waktu itu saya ditugaskan untuk mengisi materi Dasa Dharma Pramuka. Dalam waktu yang singkat, penulis berinisiatif menghubungkan nilai-nilai dalam dasa dharma pramuka dengan nilai anti korupsi. Bukan apa-apa, karena saat itu, penulis sedang banyak riset mengenai pendidikan anti korupsi.
Apalagi, waktu itu pendidikan anti korupsi banyak disosialisasikan jenjang mulai pendidikan dari pendidikan dini sampai tingkat perguruan tinggi.
Menurut visinya, gerakan pramuka merupakan wadah yang bisa menjadi pilihan utama sekaligus menjadi solusi yang tepat/handal bagi para remaja (baca : kaum muda).
Dalam misinya disebutkan bahwa gerakan pramuka akan mempramukakan kaum muda, Gerakan pramuka akan membina anggotanya berjiwa dan berwatak pramuka dengan berlandaskan kepa imtaq dan selalu mengaikuti perkembangan iptek. Gerakan pramuka juga bertekad untuk membentuk kader bangsa patriot pembangunan yang memiliki jiwa bela negara, Terakhir gerakan pramuka akan menggerakan anggota dan organisasi agar peduli dan tanggap terhadap masalah kemasyarakatan.
Sesuai dengan tujuan gerakan pramuka, maka kaum muda Indonesia harus mempunyai kepribadian dan akhlak yang mulia. Kaum muda Indonesia harus memiliki semangat kebangsaan, cinta tanah airm dan bela negara. Kaum muda Indonesia juga harus menjadi manusia yang terampil. Siap menjadi anggota masyarakat yang berguna, patriot dan pejuang yang tangguh serta menjadi calon pemimpin yang handal.
Anggoya pramuka harus berpegang pada prinsip dasar gerakan pramuka, yaitu iman dan taqwa kepada Tuhan yang Maja Esa, peduli terhadap bangsa dan tanah air, sesama hidup dan alam. Peduli terhadap diri pribadi serta mentaati kode kehormatan pramuka.
Membaca visi, misi, tujuan, dan prinsip dasar kepramukaan sejalan sekali dengan nilai-nilai antikorupsi seperti yang telah dikenalkan oleh KPK melalui Buku Dongeng Antikorupsi. Nilai-nilai yang dimaksud, meliputi : kerjasama, keadilan, tanggung jawab, kepedulian, kejujuran, kedisiplinan, keberanian, kegigihan, dan kesederhanaan.
Pramuka
itu :
1.
Taqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.
Cinta
alam dan kasih sayang sesama manusia
3.
Patriot
yang sopan dan ksatria
4.
Patuh
dan suka bermusyawarah
5.
Rela
Menolong dan tabah
6.
Rajin,
terampil dan gembira
7.
Hemat,
cermat, dan bersahaja
8.
Disiplin,
berani dan setia
9.
Bertanggungjawab
dan dapat dipercaya
10.
Suci
dalam pikiran, perkataan dan perbuatan
|
- Beribadah sesuai agama dan kepercayaannya
- Berbakti kepada orang tua dan guru
- Menjaga kebersihan
- Menjaga kelestarian alam
- Membantu orang miskin
- Siap melindungi yang lemah
- Aktif dalam masyarakat sekitar
- Tugas dan kewajiban dilaksanakan dengan baik
- Patuh terhadap orang tua dan guru
- Ikhlas dalam menolong
- Empati terhadap suatu musibah
- Anti membolos
- Produktif membuat sesuatu yang berguna
- Hemat
- Perencanaan matang
- Tepat waktu
- Kewajiban dulu baru hak
- Sungguh-sungguh dalam menjalankan tugas
- Bertanggung jawab
- Jujur dalam segalanya
- Tidak mau menyusahkan orang lain
Arsyad Riyadi September 03, 2013 New Google SEO Bandung, Indonesia